Penggunaan ekspresi dan suara penting dalam melatih anak berinteraksi

Psikolog anak dan remaja Anastasia Satriyo mengemukakan pentingnya penggunaan ekspresi wajah dan intonasi suara dalam aktivitas sehari-hari dalam upaya melatih anak berinteraksi dengan orang lain sejak 1.000 hari pertama kehidupan anak.

Update: 2025-10-10 14:50 GMT

Sumber foto: Antara/elshinta.com.

Psikolog anak dan remaja Anastasia Satriyo mengemukakan pentingnya penggunaan ekspresi wajah dan intonasi suara dalam aktivitas sehari-hari dalam upaya melatih anak berinteraksi dengan orang lain sejak 1.000 hari pertama kehidupan anak.

"Jadi lebih ke ekspresi wajah, kedekatan fisik, sama intonasi kita. Bicarakan rutinitas dan aktivitas dia keseharian, sehingga anak terbiasa sama interaksi manusia," kata Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog dalam acara temu media di Jakarta, Jumat.

Psikolog lulusan Universitas Indonesia itu mengatakan bahwa orang tua perlu memberikan stimulasi, membangun kedekatan, dan memberikan pengalaman yang membekas bagi anak pada 1.000 hari pertama kehidupan anak.

Dalam hal ini, orang tua bisa menampilkan ekspresi wajah dan intonasi suara saat berinteraksi dengan anak untuk merangsang mereka belajar mengeksplorasi dan memahami situasi.

Misalnya, ketika bangun pagi orang tua dapat memberikan salam disertai dengan senyuman dan suara yang menenangkan.

"Kita lakukan seperti halo, selamat pagi... Walaupun anaknya masih bayi dan enggak bergerak, kita mulai memasukkan pengalaman ekspresi, suara, dan intonasi yang menunjukkan bahwa kita melihat dia sebagai makhluk yang berharga," Anastasia menjelaskan.

Anastasia menyampaikan bahwa pada masa 1.000 hari pertama kehidupan, anak umumnya memperhatikan contoh dari orang-orang di lingkungannya.

Pada masa itu, orang tua dapat mengajak anak beraktivitas sambil menjelaskan apa yang sedang dilakukan.

​​​​​​​Anastasia mencontohkan, ketika mengajak anak mandi, orang tua bisa mengenalkan bagian-bagian tubuh yang sedang digosok menggunakan sabun sambil berusaha menghadirkan suasana yang menyenangkan, misalnya dengan menampilkan wajah yang ceria.​​​​​​​

Dia mengatakan, orang tua bisa melakukan hal serupa ketika mengajak anak untuk makan atau berjemur pada pagi hari.

Praktisi terapi bermain itu menganalogikan anak sebagai sebuah ponsel yang harus diisi dengan banyak program agar semakin cerdas.

Menurut dia, orang tua harus aktif menstimulasi anak melalui berbagai kegiatan untuk membangun kemampuannya dalam memahami situasi dan berinteraksi.

"Jadi, memang ketika mau siap jadi orang tua, capeknya adalah kita banyak memberikan pengalaman-pengalaman itu. Enggak bisa kayak diam-diam saja, karena otak manusia ini kayak kita punya handphone, harus diisi pengalaman," demikian Anastasia Satriyo.

Tags:    

Similar News