Registrasi SIM berbasis biometrik diharapkan batasi penipuan digital

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) berharap registrasi kartu SIM berbasis biometrik pengenalan wajah (face recognition) mampu membatasi ruang gerak pelaku kejahatan digital, yang kerap menggunakan nomor seluler sebagai pintu masuk.

Update: 2025-12-17 11:40 GMT

Sumber foto: Antara/elshinta.com.

Elshinta Peduli

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) berharap registrasi kartu SIM berbasis biometrik pengenalan wajah (face recognition) mampu membatasi ruang gerak pelaku kejahatan digital, yang kerap menggunakan nomor seluler sebagai pintu masuk.

Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kemkomdigi, Edwin Hidayat Abdullah, di Jakarta, Rabu, menegaskan bahwa hampir seluruh modus kejahatan siber, seperti scam call, spoofing, smishing, hingga penipuan social engineering, menjadikan nomor seluler sebagai alat utama.

"Kerugian penipuan digital ini sudah mencapai lebih dari Rp7 triliun. Bahkan setiap bulan ada 30 juta lebih scam call dan setiap orang menerima minimal satu spam call seminggu sekali. Hal tersebut yang membuat Kemkomdigi membuat kebijakan registrasi SIM Card menggunakan face recognition," imbuhnya.

Diketahui, Kemkomdigi dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengumumkan jadwal implementasi registrasi kartu SIM berbasis biometrik pengenalan wajah (face recognition) bagi pelanggan baru akan dimulai pada 1 Januari 2026.

Registrasi tersebut masih berbentuk pendaftaran sukarela, alias belum diwajibkan, dan masih dalam tahap uji coba sebelum kebijakan berjalan penuh mulai 1 Juli 2026.

Tahap awal mulai 1 Januari 2026, akan digunakan sistem hybrid. Calon pelanggan baru dapat memilih dua cara, yakni menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) seperti sebelumnya, atau langsung dengan verifikasi biometrik wajah. Kemudian, mulai 1 Juli 2026, registrasi untuk pelanggan baru akan sepenuhnya menggunakan biometrik murni.

Elshinta Peduli

Edwin menambahkan, aturan ini juga bertujuan membantu operator membersihkan database dari nomor-nomor tidak aktif. Pasalnya, lebih dari 310 juta nomor seluler beredar, padahal populasi dewasa Indonesia sekitar 220 juta.

"Jadi sinyal frekuensi seluler para operator bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang benar-benar menjadi pelanggan loyal dan bukan digunakan oleh para pelaku tindak kejahatan digital," jelasnya.

Hingga September 2025, jumlah pelanggan seluler yang tervalidasi mencapai lebih dari 332 juta. Namun, laporan Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat 383.626 rekening terlapor sebagai rekening penipuan dengan total kerugian masyarakat mencapai Rp 4,8 triliun.

Kebijakan baru ini merupakan pembaruan dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Dalam regulasi lama, pengguna nomor ponsel baru diwajibkan melakukan registrasi kartu SIM menggunakan NIK dan nomor KK.

Namun, dalam praktiknya, data NIK dan KK kerap dipinjam atau digunakan tanpa persetujuan pemilik untuk melakukan kejahatan digital, seperti penyebaran hoaks, judi online (judol), spam, dan berbagai modus penipuan.

Registrasi kartu SIM berbasis biometrik pengenalan wajah akan menutup celah tersebut dengan memastikan nomor ponsel hanya aktif jika sesuai identitas pemilik yang sah, sebab, biometrik wajah setiap individu memiliki karakteristik yang unik dan sulit dimanipulasi.

Tags:    
Elshinta Peduli

Similar News