Pascaambruk, Jembatan Lawai B di Lahat segera dibangun ulang
Sumber foto: Adi Asmara/elshinta.com.
Proses evakuasi rangka lama Jembatan Lawai B di Desa Muara Lawai, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, mulai dilakukan sejak awal September 2025. Tahap ini menjadi langkah awal menuju pembangunan ulang jembatan yang ambruk pada akhir Juni lalu akibat kelebihan muatan truk batubara.
Rekonstruksi jembatan akan dibiayai sepenuhnya oleh Asosiasi Pertambangan Batubara Sumatera Selatan (APBS), menyusul komitmen resmi yang diteken dalam berita acara kesepakatan bersama Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Selatan pada Sabtu, 30 Agustus 2025 lalu.
“Pihak APBS telah berkomitmen membangun ulang Jembatan Lawai B. Saat ini kami dari BBPJN Sumsel sedang dalam proses evakuasi rangka jembatan lama,” ujar Mardalenna, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) 2 BBPJN Sumsel, di Palembang seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Adi Asmara, Selasa (2/9).
Namun evakuasi ini bukan sekadar proses teknis biasa. Karena struktur lama masih tercatat sebagai aset negara, pembongkaran juga harus melewati persetujuan dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Proses ini merupakan prasyarat utama sebelum pembangunan fisik bisa dimulai.
“Kami targetkan akhir Oktober lapangan sudah clean and clear. Setelah itu, baru APBS bisa mulai pelaksanaan konstruksi,” jelas Mardalenna.
Sebelum insiden ambruk pada 29 Juni 2025, Jembatan Lawai B hanya masuk dalam daftar pemeliharaan berkala. Perbaikan yang direncanakan pun ringan—seperti penggantian pagar dan lantai jembatan. Namun kini, kontraknya harus diubah total menjadi proyek pembongkaran dan pembangunan ulang.
Meski seluruh biaya ditanggung APBS, pembangunan tetap harus mematuhi standar teknis dari Kementerian PUPR. Desain jembatan tidak boleh sembarangan karena struktur ini berada di jalur logistik nasional.
“Kami tidak intervensi desain bentuk jembatan — apakah mau pakai rangka baja atau girder beton, itu hak APBS. Tapi desain teknisnya tetap harus kami review. Jembatan ini berada di jalur logistik nasional, bukan jalan lingkungan. Tidak bisa dibangun asal-asalan untuk beban 5 ton, misalnya,” tegas Mardalenna.
Untuk itu, BBPJN menetapkan kapasitas minimal perencanaan jembatan adalah MS 10 ton (Muatan Sumbu Terberat), dengan faktor keamanan tambahan sesuai standar struktur jembatan nasional.
Lebih lanjut, BBPJN menegaskan bahwa pihaknya hanya akan menerima aset jembatan yang telah lolos audit dari lembaga independen. Hal ini menjadi penegasan bahwa kualitas konstruksi harus sesuai spesifikasi dan standar nasional, mengingat APBS bukan lembaga konstruksi profesional.
“Kami harap sebelum serah terima, sudah ada audit dari pihak independen. Kami tidak ingin menerima aset yang tidak memenuhi standar,” ujar Mardalenna.
Meski tidak terlibat langsung dalam proses tender dan pemilihan penyedia jasa, BBPJN membuka ruang untuk memberikan rekomendasi kontraktor yang berpengalaman.
“Kami bisa beri long-list penyedia jasa yang biasa menangani pekerjaan jembatan di proyek kami. Tapi soal pemilihan final, itu wewenang APBS. Namun tentu, kami hanya akan menerima pekerjaan yang memenuhi standar,” lanjutnya.
Pasca-keruntuhan Jembatan Lawai B, seluruh lalu lintas kini dialihkan ke Jembatan Lawai A yang masih berdiri kokoh. Untuk menjaga kondisi jembatan pengganti ini, BBPJN telah memasang rambu-rambu batas beban maksimal dan melarang kendaraan berat melintas bersamaan.
“Sejauh ini efektif. Apalagi sejak dikeluarkannya larangan angkutan batubara melintasi Lawai B, volume kendaraan berat berkurang signifikan,” terang Mardalenna.
Jika proses evakuasi dan pembersihan struktur lama rampung sesuai target, yaitu akhir Oktober 2025, maka pembangunan fisik oleh APBS dapat dimulai pada November 2025. Namun demikian, waktu pelaksanaan akan sangat bergantung pada hasil survei tanah dan finalisasi desain teknis yang saat ini sedang disiapkan oleh tim perencana dari pihak asosiasi.
Proyek ini menjadi ujian penting kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah dalam menjaga konektivitas infrastruktur nasional, khususnya di jalur logistik vital Sumatera Selatan.