Modernisasi Ala Tiongkok: sebuah Jalan milik Tiongkok yang menghubungkan dunia

Update: 2025-09-26 09:32 GMT

Saat menyebut "Modernisasi ala Tiongkok", Anda mungkin penasaran: apakah sebenarnya jalan ini? Apa bedanya dengan modernisasi negara lain? Memahami Modernisasi ala Tiongkok sebenarnya cukup sederhana. Modernisasi ini tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tiongkok, dan juga dalam hubungan antara negara dengan dunia.


Pada tahun 1974, di desa kecil Liangjiahe di Provinsi Shaanxi Tiongkok Barat Laut, Xi Jinping muda memimpin penduduk desa menggali reaktor biogas pertama di provinsi tersebut. Ketika lampu biogas pertama menerangi gua, hal itu juga memicu percikan revolusi energi pedesaan di desa kecil Dataran Tinggi Loess ini. Lima puluh tahun kemudian, percikan ini menambahkan catatan baru di Liangjiahe: panel fotovoltaik desa yang seperti gelombang gandum perak akan mengubah sinar matahari yang terik menjadi aliran listrik. Pembangkit listrik tenaga surya lokal dengan kapasitas pembangkit listrik tahunan melebihi satu juta kilowatt-jam itu tidak hanya menghangatkan setiap rumah, tetapi juga membuat penduduk desa mengubah sinar matahari menjadi sumber pendapatan mereka melalui jaringan listrik negara. Transformasi energi Liangjiahe merupakan pengalaman umum bagi banyak desa dan kota di seluruh Tiongkok. Hal ini menjadi epitome dari modernisasi ala Tiongkok, yang menunjukkan ciri khas dari jalan modernisasi ini.


Modernisasi Gaya Tiongkok: Sebuah Jalan Istimewa dengan Tanda yang Jelas

Modernisasi merupakan tema umum dalam evolusi peradaban manusia. Namun, mengamati lanskap modernisasi global seringkali menimbulkan kesalahpahaman bahwa modernisasi identik dengan "Westernisasi", dan mencapai modernisasi membutuhkan jalan yang penuh darah berupa ekspansi kolonial dan akumulasi modal. Namun, Tiongkok secara tegas menolak pandangan ini. Sebagai pemimpin Tiongkok dalam perjalanan modernisasi, pemimpin tertinggi Tiongkok, Xi Jinping telah memberikan penjelasan yang mendalam: "Modernisasi ala Tiongkok telah mematahkan mitos bahwa 'modernisasi sama dengan Westernisasi', telah menunjukkan gambaran modernisasi yang berbeda, memperluas pilihan bagi negara-negara berkembang untuk melakukan modernisasi, serta menyediakan solusi Tiongkok kepada umat manusia untuk menjajaki sistem sosial yang lebih baik."

Ciri khas utama modernisasi adalah jumlah penduduk yang besar. Tiongkok, dengan populasi lebih dari 1,4 miliar jiwa, lebih besar empat kali lipat dari ukuran Amerika Serikat atau tiga kali lipat dari ukuran Uni Eropa. Masuknya populasi sebesar itu ke dalam modernisasi tidak hanya mengubah lanskap modernisasi global, tetapi juga berperan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan umat manusia: Tiongkok, dengan 9% lahan suburnya di dunia dan 6% sumber daya air tawarnya, telah memecahkan masalah pangan, sandang, papan dan pembangunan yang dihadapi oleh 1,4 miliar penduduknya. Tiongkok telah mengangkat 800 juta orang keluar dari kemiskinan, berkontribusi lebih dari 70% terhadap penanggulangan kemiskinan global, dan mencapai target penanggulangan kemiskinan Agenda Pembangunan Berkelanjutan PBB sepuluh tahun lebih cepat dari jadwal. Pada saat yang sama, melalui kerja sama internasional, Tiongkok telah membantu puluhan juta orang di negara-negara berkembang keluar dari kemiskinan, dan menjadi teladan kerja sama Selatan-Selatan.

Modernisasi untuk kesejahteraan bersama seluruh rakyat menonjolkan kehangatannya. Setelah Tiongkok berhasil memberantas kemiskinan secara menyeluruh, pemerintah telah membangun "jaring keamanan" yang kukuh untuk mencegah masyarakat kembali jatuh miskin, mulai dari dukungan industri hingga jaminan sosial; menerapkan strategi revitalisasi pedesaan yang komprehensif agar petani dapat menikmati infrastruktur dan layanan publik yang sama dengan penduduk perkotaan; serta mendorong strategi pembangunan terkoordinasi regional, agar wilayah maju dan terbelakang dapat saling melengkapi dan mencapai pembangunan yang seimbang. Prinsip "tidak meninggalkan siapa pun" ini mencerminkan kehangatan dari modernisasi ala Tiongkok.


Modernisasi yang menyelaraskan peradaban material dan spiritual menolak "pembangunan searah." Tiongkok mengejar kemakmuran finansial sekaligus kekayaan spiritual. Pada tahun 2024, PDB Tiongkok mencapai 134,9 triliun yuan (sekitar $18,96 triliun), pada saat yang sama, hingga akhir tahun, jumlah museum yang terdaftar di Tiongkok telah mencapai 7.046, meningkat hampir 4.000 dari 12 tahun sebelumnya, dan museum-museum tersebut telah menerima 1,5 miliar pengunjung setiap tahunnya. Kekayaan materi menyediakan fondasi bagi perkembangan peradaban spiritual, dan sebaliknya kekayaan spiritual menopang perkembangan peradaban material yang berkualitas tinggi, membentuk siklus positif yang saling menguntungkan.

Modernisasi yang berlandaskan koeksistensi harmonis antara manusia dan alam menolak pendekatan "polusi dulu, bersih belakangan". Mengikuti filosofi peradaban ekologis Xi Jinping, "air jernih dan gunung hijau adalah aset yang tak ternilai," Tiongkok sedang memulai jalur modernisasi yang berlandaskan koeksistensi harmonis antara manusia dan alam. Sementara Barat masih memperdebatkan pilihan "pertumbuhan ekonomi atau perlindungan lingkungan", Tiongkok menghabiskan setengah abad untuk memberikan jawaban Timur. Pada tahun 1970-an, ketika Amerika Serikat terjerumus dalam krisis minyak, Tiongkok mempromosikan teknologi biogas untuk menjangkau 30 juta penduduk pedesaan, memainkan peran penting dalam mengurangi kekurangan energi. Pada tahun 2020-an, di tengah kontroversi mengenai "keluarnya pembangkit listrik tenaga batu bara" Jerman, model pengentasan kemiskinan fotovoltaik Tiongkok memungkinkan para petani menjadi produsen "listrik hijau". Saat ini, Tiongkok memiliki lebih dari 35 juta kendaraan energi baru di jalan, setara dengan satu dari 10 mobil. Konsumsi energi per unit PDB telah menurun sebesar 11,6% selama empat tahun terakhir. Praktik terpadu "pembangunan, ekologi, dan kehidupan masyarakat" ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perlindungan lingkungan bukanlah pilihan yang saling eksklusif, melainkan saling inklusif.

Modernisasi yang mengejar jalur pembangunan damai mematahkan logika ekspansi. Modernisasi Tiongkok secara konsisten berpegang teguh pada komitmennya untuk "tidak mencari hegemoni atau ekspansi." Melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan, Tiongkok telah membangun infrastruktur bersama lebih dari 150 negara. Selama bertahun-tahun, Tiongkok telah secara efektif membantu negara-negara berkembang mengembangkan ekonomi dan memperbaiki kehidupan masyarakat, tanpa terikat oleh syarat politik apa pun. Hal ini sangat kontras dengan model Barat yang "membayar untuk hak istimewa".


Modernisasi ala Tiongkok: Kopi Latte dalam Cangkir Porselen Biru dan Putih

Modernisasi ala Tiongkok dan modernisasi Barat tidak bertentangan, tapi memiliki asal-usul yang sama dengan jalur yang berbeda. Keduanya mengejar target modernisasi berupa pembangunan ekonomi, kemajuan teknologi, dan kemajuan sosial. Namun, karena perbedaan latar belakang sejarah, atribut sistem, serta nilai-nilai dan konsep, keduanya mengambil jalan yang berbeda. Dari perspektif peradaban, Barat menganggap pola modernisasinya sebagai satu-satunya bentuk peradaban yang benar, bahkan mengekspornya secara paksa melalui perang. Di sisi lain, modernisasi ala Tiongkok menghormati keberagaman peradaban, menganggap bahwa "modernisasi bukanlah 'barang paten' beberapa negara, juga bukan sekedar pilihan A atau B." Ciri khas yang paling menonjol dari modernisasi ala Tiongkok adalah penanaman kebijaksanaan Timur yang berlangsung selama 5.000 tahun ke dalam konsep pembangunan modern, layaknya menyajikan kopi latte dalam cangkir porselen biru dan putih, tidak hanya dapat mempertahankan pesona Timur, tapi juga dapat berintegrasi dengan tren global.

Modernisasi ala Tiongkok: Modernisasi yang Membuka Lebar Pintunya pada Seluruh Dunia

Partai Komunis Tiongkok berpendapat bahwa negara mana pun yang mengupayakan modernisasi, seharusnya menjunjung tinggi konsep solidaritas, kerja sama, dan berkembang bersama, serta menempuh jalan pembangunan yang membangun bersama, berbagi bersama, dan menang bersama. Maka, modernisasi ala Tiongkok merupakan modernisasi yang membuka pintunya lebar-lebar kepada dunia, khususnya bagi negara-negara berkembang, modernisasi ala Tiongkok telah memberikan pengalaman yang berharga, yakni tidak boleh mengorbankan lingkungan demi mengejar modernisasi yang cepat, tidak boleh mengabaikan kesejahteraan rakyat demi menarik investasi, serta tidak boleh mengubah sistem dan budaya sendiri untuk mengikuti keinginan Barat.

Yang lebih penting lagi, modernisasi ala Tiongkok telah menciptakan bentuk baru peradaban umat manusia, menyediakan kearifan Tiongkok untuk menyelesaikan masalah bersama seperti “bagaimana mewujudkan kesetaraan dalam pembangunan, menjaga ekologi dalam pertumbuhan, serta mempertahankan kemandirian dalam keterbukaan”. Ini bukan hanya modernisasi ala Tiongkok, namun juga jalan pembangunan bersama yang menghubungkan dunia, dan bermanfaat bagi dunia.


Tags:    

Similar News