Gelar aksi, aktivis nilai dugaan curi start kampanye capres jadi preseden buruk demokrasi di Indonesia
Elshinta.com, Kelompok aktivis tergabung dalam Gerakan Tolak Pemilu Curang kembali berunjuk rasa didepan Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat (16/12).
Elshinta.com - Kelompok aktivis tergabung dalam Gerakan Tolak Pemilu Curang kembali berunjuk rasa didepan Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat (16/12).
Dalam aksinya, massa melakukan aksi teatrikal beri kartu merah kepada Anies Baswedan karena dinilai memberikan contoh buruk yakni dugaan curi start kampanye Pemilu 2024.
Selain itu, mereka juga melakukan aksi berjalan mundur sebagai bentuk sindiran yang ditujukan kepada Bawaslu RI yang dinilai tidak tegas dan sebagai bentuk kemunduran dalam penegakan hukum.
"Harusnya Bawaslu bisa melakukan langkah konkret dan tegas untuk mencegah kasus serupa dugaan kampanye terselubung dan curi start kampanye yang dipertontonkan oleh Anies Baswedan dan Nasdem bisa terulang," tegas Koordinator aksi Fajar Utama.
Menurut dia, Bawaslu harus bisa melakukan terobosan soal polemik dugaan curi start kampanye Anies dengan penegakan aturan. Jadi tidak hanya menyebut bahwa Anies tidak etis melakukan safari politik yang mengarah pada aktivitas kampanye terselubung saja melainkan diberikan sanksi.
Menurut Fajar, Bawaslu tidak tegas mengambil keputusan, dan gerakan dugaan kampanye Anies dikhawatirkan akan ditiru oleh Bacapres lainnya.
"Catat, yang dipermasalahkan bukan salat Jumatnya tapi aktivitas politik berupa deklarasi dukungan itu yang jadi persoalan," katanya.
Ditegaskan Fajar, Bawaslu jangan sampai masuk angin dan harus tegas dalam memberikan hukuman efek jera bakal capres yang diduga melakukan kampanye terselubung dalam cover safari politik.
"Mari wujudkan Pemilu 2024 yang bersih, tanpa kecurangan dari colong start kampanye dan stop menggunakan tempat ibadah sebagai sarana kampanye," jelasnya.
Fajar melanjutkan bahwa persoalan curi start menjadi preseden buruk bagi iklim demokrasi di Indonesia, dan momen itu bisa disalahgunakan jadi celah hukum, celah aturan yang dimanfaatkan Bacapres lainnya.
"Cari jalan keluarnya, dari celah hukum tersebut. Jika seperti ini terus terjadi dan masa kampanye juga ada pembiaran, lalu buat apa ada Bawaslu," tandasnya.