Memanusiakan Perempuan Indonesia

Belakangan ini upaya dan kerja-kerja untuk menyuarakan hak-hak perempuan, dan melindungi perempuan dari kekerasan psikis, fisik maupun seksual kian terdengar.

Update: 2024-11-08 21:17 GMT
-

Elshinta.com - Belakangan ini upaya dan kerja-kerja untuk menyuarakan hak-hak perempuan, dan melindungi perempuan dari kekerasan psikis, fisik maupun seksual kian terdengar. 

Tindakan tegas aparat penegak hukum dalam menghukum pelaku-pelaku kekerasan dan kejahatan terhadap perempuan, membuktikan bahwa ada keadilan bagi korban. Sementara dukungan masyarakat luas terhadap korban kekerasan seksual agar bersuara dan menuntut hak-hak hukumnya dipenuhi, terus berhembus. 

Pemberhentian jabatan Ketua KPU RI akibat kasus asusila, pencopotan oknum pegawai kemenhub setelah viral video ajakan ke kamar hotel, dan pemblokiran pelaku asusila di transportasi publik, menjadi bukti keberpihakan negara yang diwakili lembaga penegak hukum dan badan layanan publik. 

Intervensi negara pada pemulihan psikologis (trauma) dan penyelamatan masa depan korban kekerasan seksual, menunjukkan negara semakin peduli terhadap kaum perempuan. 

Adanya Keadilan dan kepedulian tersebut diharapkan menjadi dorongan bagi kaum perempuan lainya untuk tidak hanya diam, tetapi juga lantang bersuara, melawan ketidakadilan yang mereka alami dari kekerasan berbagai dimensi. Sebab mereka tidak akan sendiri. Ada keluarga, lingkungan dan perwakilan negara (Komnas HAM, Komnas Perempuan) yang akan mendampingi mereka untuk mendapatkan keadilan. 

Pandangan lama yang mensitgma perempuan sebagai subordinat, sumber aib, dan 'nrimo' dalam kondisi 'keterjajahan', harus terus dilawan. Karena bertentangan dengan hak asasi maupun kesetaraan gender. Keluarga, lingkungan umum, dan ruang digital harus memastikan kondisi yang aman bagi perempuan dari berbagai bentuk kekerasan.  

Kaum perempuan harus semakin terliterasi dan diyakinkan bahwa mereka memiliki hak atas rasa aman, dan akses yang setara dengan pria. Kaum perempuan harus mengerti bahwa mereka memiliki sarana-sarana pengaduan atas kondisi merugikan yang mereka alami untuk dilaporkan, dan dijamin kerasahaan identitasnya. Seperti yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara yang yang ditugaskan untuk memantau dan mengadovokasi hak-hak asasi dan hak-hak lainya kaum perempuan. 

Tak kalah penting, kaum perempuan harus semakin terlindungi dan memitigasi diri dari ancaman kejahatan siber (TIK), yang belakangan menurut Komnas Perempuan, jumlah kasusnya cenderung meningkat. 

Kelahiran UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), yang mengamanatkan Ibu pekerja bisa mendapatkan cuti melahirkan hingga enam bulan, patut diapresiasi, karena mendorong kesejahteraan kaum perempuan pekerja. 

Meski di sisi lain, ada kepastian hukum yang terus dinanti, yakni pengesahan UU Perlindungan Pekerja RUmah Tangga (UU PPRT), yang memberi perlindungan dan kesejahteraan bagi PRT,  yang jumlahnya diperkirakan berjumlah 5 juta (data komnas perempuan). 

Terbitnya payung hukum tentang penghapusan kekerasan seksual (UU TPKS) pada 2022, dan UU Lainya yang menunjukkan keberpihakan pada kaum perempuan, memberi kepastian hukum, namun komnas perempuan menilai masih dibutuhkan keseriusan dan ketegasan oleh aparat berwenang pada impelementasinya. 

Kehadiran dan keterwakilan perempuan pada organisasi-organisasi pemerintahan maupun swasta, mungkin belum ideal jumlahnya, namun patut terus didorong sebagai sebagai manifestasi kesetaraan gender dan akses, dan upaya menciptakan pembangunan yang inklusif. 
Komnas Perempuan, lembaga-lembaga negara dan LSM yang concern pada hak dan kesejahteraan kaum perempuan terus dinanti kontribusinya, dalam upaya memajukan taraf hidup perempuan. (Anton R)

Tags:    

Similar News