Pengusaha nasional, M Sirod: Tolak premanisme, dukung skema pelibatan UMKM lokal

Pelaku usaha nasional Muhammad Sirod menekankan pentingnya pendekatan yang sistemik dan adil terhadap keterlibatan pelaku usaha lokal. Sirod menyampaikan bahwa dunia usaha membutuhkan perlindungan nyata dari negara, bukan sekadar peringatan atau janji normatif. Hal ini menanggapi kasus dugaan pemerasan terhadap salah satu kontraktor proyek industri strategis di Cilegon, Banten.

Update: 2025-05-18 10:20 GMT
Pelaku Usaha Nasional Muhammad Sirod (Foto : Istimewa)

Elshinta.com - Pelaku usaha nasional Muhammad Sirod menekankan pentingnya pendekatan yang sistemik dan adil terhadap keterlibatan pelaku usaha lokal. Sirod menyampaikan bahwa dunia usaha membutuhkan perlindungan nyata dari negara, bukan sekadar peringatan atau janji normatif. Hal ini menanggapi kasus dugaan pemerasan terhadap salah satu kontraktor proyek industri strategis di Cilegon, Banten.

“Dunia usaha tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang tekanan dan intimidasi dari aktor-aktor yang berlindung di balik kelembagaan. Yang kita butuhkan adalah sistem yang meritokratis, profesional, dan berkeadilan,” ujarnya dalam wawancara di Radio Elshinta MInggu (18/5/2025)

Menurut Sirod, pelibatan UMKM dan pelaku usaha lokal dalam proyek besar tidak bisa dilakukan dengan cara memaksa atau menekan. Ia menilai ada kesenjangan nyata yang selama ini belum diurai oleh negara, sehingga banyak pengusaha lokal merasa terpinggirkan dan akhirnya menempuh cara yang salah.

“Saya tidak membenarkan tindakan yang viral itu. Tapi saya paham rasa frustrasi teman-teman pengusaha lokal. Mereka ibarat ayam yang kelaparan di tengah lumbung padi,” katanya.

Usulkan skema keterlibatan yang terstruktur

Sebagai solusi, Muhammad Sirod mengusulkan agar pemerintah menyusun skema pelibatan UMKM lokal dalam proyek-proyek strategis secara terstruktur. Salah satunya melalui aturan yang mewajibkan sebagian kecil nilai proyek—misalnya 5% diberikan kepada pelaku usaha lokal atau UMKM di sekitar lokasi investasi seperti yang pernah diinisiasi di era Menteri BKPM Bahlil Lahadalia dulu.

“Ini bukan soal jatah. Ini soal investasi sosial. Pelaku usaha besar pun akan lebih tenang beroperasi jika lingkungan sekitarnya merasa dilibatkan, merasa punya andil, kita bisa tiru model Astra group membangun otomotifnya, lebih barokah” jelas Sirod.

Namun ia mengingatkan bahwa pelibatan tersebut harus berdasarkan prinsip meritokrasi. UMKM dan pengusaha lokal juga dituntut untuk meningkatkan kapasitas agar mampu bersaing dan memberikan layanan sesuai standar industri.

Pemerintah harus hadir sebagai mediator

Sirod menekankan bahwa negara tidak boleh hanya berperan sebagai regulator atau pemberi izin. Dalam konteks ketimpangan partisipasi dunia usaha daerah, pemerintah harus hadir sebagai mediator aktif yang menyambungkan kebutuhan investor dengan potensi lokal.

“Kalau terus dibiarkan, rasa ketidakadilan ini bisa menjadi bom waktu. Kita sudah terlalu sering melihat proyek besar gagal karena kurangnya komunikasi dan keberpihakan,” ujar Sirod.

Ia juga berharap langkah audit yang saat ini sedang dilakukan oleh Kadin Indonesia terhadap Kadin Cilegon dan Banten bisa menjadi awal perbaikan menyeluruh terhadap kultur organisasi bisnis di daerah.

“Kita perlu membangun secara gradual ekosistem bisnis yang bersih, kompetitif, dan punya kepedulian sosial. Negara harus memfasilitasi bukan hanya kemudahan izin, tapi juga keseimbangan peran antara pelaku usaha besar dan kecil,” tutupnya. (*)

Tags:    

Similar News