In Memoriam Wina Armada, Etika Pers Tak Boleh Mati
Dalam sejarah panjang dunia jurnalistik Indonesia, nama Wina Armada Sukardi menempati posisi yang khas, teguh dalam prinsip, tajam dalam nalar, dan selalu berpihak pada nilai-nilai etik. Kamis sore, 3 Juli 2025, Wina berpulang ke rahmat Tuhan. Namun pemikiran, integritas, dan jejak perjuangannya akan terus hidup bersama idealisme insan pers yang menjunjung tinggi kebenaran.
Elshinta.com - Dalam sejarah panjang dunia jurnalistik Indonesia, nama Wina Armada Sukardi menempati posisi yang khas, teguh dalam prinsip, tajam dalam nalar, dan selalu berpihak pada nilai-nilai etik. Kamis sore, 3 Juli 2025, Wina berpulang ke rahmat Tuhan. Namun pemikiran, integritas, dan jejak perjuangannya akan terus hidup bersama idealisme insan pers yang menjunjung tinggi kebenaran.
Bagi kami di Radio Elshinta, kepergian Wina adalah kehilangan besar. Ia bukan hanya pengamat media, penulis hukum, dan tokoh pers nasional tetapi juga sahabat Elshinta yang berulang kali hadir dalam dialog dan siaran kami.
Dalam siaran-siaran di Elshinta, sikap Wina selalu tegas. Tidak ada abu-abu. Dunia jurnalistik adalah hitam atau putih. Apakah kita berpihak pada kebenaran atau tidak. Apakah kita menjunjung etika atau mengabaikannya. Baginya, Etika Jurnalistik adalah fondasi yang harus selalu dikedepankan dalam setiap karya jurnalistik, bukan sekadar pelengkap atau formalitas.
Melawan Hoaks, Menjaga Akal Sehat Publik
Dalam berbagai kesempatan, Wina tak henti menyerukan agar penyebaran hoaks dipandang sebagai kejahatan serius. “Hoaks bukan hanya kebohongan, ia adalah perusak tatanan sosial. Ia memicu kebencian, fitnah, dan perpecahan. Dan yang lebih berbahaya, ia menyamar sebagai kebenaran,” demikian salah satu kutipan yang sering ia ulang.
Wina dengan tegas mengecam fenomena “jurnalis abal-abal”, mereka yang mengejar kecepatan dan sensasi, tapi melupakan verifikasi dan tanggung jawab. Dalam satu forum kebebasan pers tingkat dunia di Jakarta tahun 2017, ia berkata, “Jika masih ada insan pers yang menyebar hoaks, sanksi baginya harus diperberat.”
Kata-kata itu kini terasa makin relevan. Di era digital, di mana setiap orang bisa menjadi penyebar informasi, etika jurnalistik bukan hanya tanggung jawab wartawan, tapi tanggung jawab kolektif bangsa.
Etika Pers Adalah Nyawa Profesi Ini
Wina Armada percaya, pers tanpa etika akan kehilangan legitimasi. Kepercayaan publik bukan datang dari slogan atau teknologi, melainkan dari keberanian media memisahkan fakta dari dusta. Itulah sebabnya ia mendukung dibentuknya lembaga independen anti-hoaks. Bukan lembaga yang mengandalkan sensor, tapi yang mengedepankan verifikasi berbasis data, logika, dan akal sehat. Karena menurut Wina, di tengah derasnya informasi, yang kita butuhkan bukan ember untuk menampung hoaks, tapi payung etika untuk melindungi kebenaran.
Warisan yang Tak Boleh Dilupakan
Sebagai media yang menjunjung prinsip jurnalisme bertanggung jawab, Radio Elshinta berduka sekaligus terinspirasi.
Kami percaya, di tengah tantangan industri dan penetrasi digital, integritas adalah satu-satunya yang tak boleh hilang.
Wina telah pergi. Tapi prinsipnya hidup di setiap ruang redaksi yang masih percaya bahwa berita adalah cahaya, bukan asap.
Bahwa jurnalisme adalah jalan sunyi untuk melayani, bukan sekadar untuk viral. Bahwa setiap kata yang kita siarkan harus berpihak pada akal sehat, bukan pada algoritma semata.
Terima kasih, Wina Armada
Radio Elshinta berkomitmen melanjutkan semangat yang Anda perjuangkan:
* Memberantas hoaks
* Menjunjung tinggi kode etik jurnalistik
* Menjadi mitra informasi publik yang terpercaya
* Menjaga moralitas profesi di tengah terpaan zaman
Selamat jalan, sahabat pers. Etika yang Anda jaga, kini kami teruskan.
Oleh Haryo Ristamaji Wartawan Senior Radio, Pemimpin Redaksi Radio Elshinta
Keluarga besar Elshinta turut berbelasungkawa. Teriring doa untuk almarhum dan keluarga yang ditinggalkan.