Kisah Ikhsan dan Mutiara, mupuk harapan di Sekolah Rakyat

Ikhsan Fajar Susandi (16) merupakan salah satu siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 20 Sleman, Yogyakarta. Ia bermimpi bisa menjadi bupati karena ingin membantu orang banyak. Tanpa ragu, Ikhsan menyampaikan cita-citanya tersebut di hadapan Menteri Sosial Saifullah Yusuf saat meninjau langsung Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) SRMA 20 Sleman, Yogyakarta, Rabu (16/7/2025). 

Update: 2025-07-17 17:39 GMT
Menteri Sosial Saifullah Yusuf saat meninjau langsung Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) SRMA 20 Sleman, Yogyakarta, Rabu (16/7/2025).. Foto: Kemensos

Elshinta.com - Ikhsan Fajar Susandi (16) merupakan salah satu siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 20 Sleman, Yogyakarta. Ia bermimpi bisa menjadi bupati karena ingin membantu orang banyak. Tanpa ragu, Ikhsan menyampaikan cita-citanya tersebut di hadapan Menteri Sosial Saifullah Yusuf saat meninjau langsung Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) SRMA 20 Sleman, Yogyakarta, Rabu (16/7/2025). 

"Cita-citamu ingin jadi apa?" tanya Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf. 

"Ingin jadi bupati," jawab Ikhsan. 

Seketika riuh tepuk tangan memenuhi ruangan, mimpi Ikhsan mendapatkan dukungan dari teman-teman satu kelasnya. Ikhsan adalah ketua kelas, jiwa kepemimpinannya telah terlihat sejak di bangku sekolah. 

Ia menyampaikan motivasinya ingin menjadi bupati adalah karena ingin membangun rumah sakit di daerahnya.

"Dua tahun lalu jelang hari raya (Idul Fitri), ada tetangga saya yang sakit kanker di bagian lutut, selama dua tahun itu tidak bisa jalan dan bengkak, terus waktu malam takbiran itu beliau meninggal, yang saya harapkan kalau saya jadi bupati bisa bangun rumah sakit di daerah saya," jelasnya. 

Di tempat tinggalnya yang beralamat di Clapar III, Kelurahan Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulon Progo. Ikhsan menyampaikan banyak lansia yang kesulitan mengakses fasilitas kesehatan karena jarak yang cukup jauh.

"Jadi saya harap kalau berkesempatan jadi bupati, bisa bangun fasilitas kesehatan yang memadai," katanya. 

Ikhsan berasal dari keluarga sederhana, ayahnya bekerja sebagai buruh kuli bangunan, sedangkan ibunya sehari-hari membuat dan berjualan tempe benguk, makanan khas Kulon Progo yang terbuat dari  biji koro benguk yang difermentasi. 

"Kalau penghasilan ibu dari berjualan itu biasanya bersih per dua hari itu Rp50 ribu kalau ramai," ujarnya. 

Sekolah Rakyat menjadi harapan Ikhsan untuk mengubah kondisi ekonomi keluarganya. Dengan niat yang mulia, Sekolah Rakyat juga bisa menjadi jalan bagi Ikhsan untuk mengapai cita-citanya. 

Sejak memulai kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah pada Senin (14/7) lalu, Ikhsan percaya diri bisa mengubah nasibnya. Didukung oleh lingkungan sekolah yang baik, mulai dari guru dan teman yang ramah. 

"Yang saya rasakan, pertama itu saya deg-degan karena belum tahu tempatnya seperti apa, seiring berjalannya waktu jadi tahu orang-orangnya ramah, guru-gurunya ramah," pungkasnya. 

Cita-cita mulia tidak hanya datang dari Ikhsan, Mutiara Hanifah (16) ingin menjadi dokter untuk membantu lingkungan sekitar.

"Karena di sekitar itu banyak yang sakit, kebetulan ibu saya juga lagi sakit," tutur Muti. 

Muti datang dari keluarga yang kurang mampu, ayahnya bekerja sebagai buruh harian lepas dengan penghasilan tidak menentu. Ia tinggal bersama ayah, ibu, dan kedua saudaranya di rumah kontrakan di daerah Sleman, Yogyakarta. 

Dengan adanya Sekolah Rakyat, Muti berharap bisa meringankan beban orangtuanya.

"Karena kan mereka (orang tua) masih ada tanggungan adik saya yang masih kecil, ingin membanggakan orang tua, ingin membuat mereka tersenyum kembali," ucapnya sembari meneteskan air mata. 

Selain keinginan untuk meringankan beban orang tua, Muti menyampaikan suasana di Sekolah Rakyat ramah dan menyenangkan bagi siswa.

"Teman-temannya baik bisa diajak solid, kita sudah menganggap jadi satu saudara, untuk gurunya juga baik dan perhatian, terus fasilitasnya sudah cukup baik juga," tutupnya. 

Sebagai informasi, di SRMA 20 Sleman terdapat 75 orang siswa dengan jenjang SMA. Untuk mendukung layanan pendampingan bagi siswa, sebanyak 14 wali asuh bertugas selama 24 jam, dibantu oleh penanggungjawab asrama atau wali asrama sebanyak  2 orang. Sementara itu, untuk proses pembelajaran 17 orang guru dengan berbagai mata pelajaran yang diampu akan memberikan ilmunya kepada para siswa.

Penulis: Hutomo Budi/Ter

 

 

Tags:    

Similar News