Ensign sebut serangan siber disponsori negara marak di Asia Pasifik
Perusahaan keamanan siber Ensign InfoSecurity menyebutkan tren serangan siber yang disponsori oleh negara tertentu mengalami peningkatan di kawasan Asia Pasifik sepanjang tahun 2024.
Elshinta.com - Perusahaan keamanan siber Ensign InfoSecurity menyebutkan tren serangan siber yang disponsori oleh negara tertentu mengalami peningkatan di kawasan Asia Pasifik sepanjang tahun 2024.
Head of Consulting Ensign InfoSecurity Adithya Nugraputra menjelaskan, serangan siber di kawasan Asia Pasifik yang disponsori oleh negara didorong oleh konflik geopolitik. Serangan siber yang dilakukan negara biasanya bertujuan untuk memata-matai negara lain.
"Peperangan ini menyebabkan kemunculan juga serangan siber yang disponsori oleh negara tertentu. Bisa untuk mata-mata, bisa untuk mendukung suatu negara," kata Adithya saat penyampaian Laporan Lanskap Ancaman Siber 2025 dari Ensign InfoSecurity di Jakarta Selatan pada Rabu.
Dia menjelaskan, pelaku serangan siber yang disponsori negara cenderung memiliki sumber daya yang memadai dan kemampuan meretas tingkat tinggi. Cara kerjanya dapat dicirikan dengan keahlian untuk menyamar serta kegigihan dan kesabaran strategis guna menempatkan mereka dalam posisi yang tepat untuk melancarkan serangan di masa mendatang
"Jadi misalnya suatu negara lagi perang sama negara lain, pasti di dunia sibernya mereka juga selalu perang," ujar dia.
Adithya menambahkan, implikasi dari konflik semacam ini juga dirasakan oleh negara-negara lain yang mungkin tidak terlibat langsung dalam konflik. Ketika satu negara menurun tingkat serangannya, negara lain justru bisa mengalami lonjakan serangan tergantung posisinya dalam geopolitik kawasan.
Menurutnya, pelaku serangan siber yang disponsori negara kerap mengeksploitasi celah keamanan di perangkat jaringan seperti solusi VPN karena keduanya memiliki akses menuju sistem atau menjadi bagian dari infrastruktur yang tidak terlindungi dengan baik sehingga rentan terhadap gangguan layanan atau spionase.
Selain itu, mereka juga memanfaatkan tantangan yang dihadapi organisasi terkait pengelolaan inventaris yang tidak lengkap dan diperbarui.
"Dia sering tidak tahu berapa komputer yang mereka punya, software apa saja yang terpasang. Nah, itu menjadi celah yang dieksploitasi oleh peretas," jelasnya.