Target rehabilitasi mangrove masih jadi perhatian utama Pemerintah

Direktur Rehabilitasi Mangrove, Kementerian Kehutanan Ristianto Pribadi, mengatakan bahwa target rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare masih dalam acuan utama bagi pemerintah.

Update: 2025-07-25 16:34 GMT
Sumber foto: M Irza Farel/elshinta.com.

Elshinta.com - Direktur Rehabilitasi Mangrove, Kementerian Kehutanan Ristianto Pribadi, mengatakan bahwa target rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare masih dalam acuan utama bagi pemerintah. Disamping itu, ia juga menekankan bahwa pendekatan untuk mencapai target tersebut perlu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

“Sampai saat ini target 600 ribu hektare masih hidup. Tapi pertanyaannya adalah bagaimana cara mencapainya? Ini yang sedang kami review,” ujar Ristianto di Kementerian Kehutanan Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Di kesempatan itu dirinya menjelaskan bahwa selama ini pendekatan yang digunakan untuk memenuhi target rehabilitasi lebih banyak terfokus pada kegiatan penanaman mangrove. Mangrove disebut memiliki manfaat yang besar yakni mampu menyerap emisi karbon empat kali lipat daripada penyerapan hutan daratan.  

Namun, kenyataannya di lapangan tidak semua wilayah memungkinkan untuk langsung dilakukan penanaman, terutama yang berada di kawasan hutan produksi dan berada di bawah pengelolaan Balai Besar Pengelolaan Hutan Produksi (BBPH).

“Faktanya, BBPH itu tidak bisa langsung menanam. Hampir di semua lokasi harus melalui proses hukum, penataan program perhutanan sosial, dan lain sebagainya. Jadi 600 ribu hektare ini tidak bisa dilaksanakan hanya oleh struktur pemerintah pusat,” jelasnya.

Dari total target keseluruhan, sekitar 400 ribu hektare dianggap masih memungkinkan untuk dikerjakan bersama Kementerian Kehutanan. Namun, setelah diseleksi lebih lanjut, hanya sekitar 250 ribu hektare yang hanya bisa dikelola langsung saat ini.

Lebih lanjut, Ristianto menyoroti bahwa pentingnya dilakukan pendekatan sosial dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove. Ia menegaskan bahwa setiap intervensi harus memperhatikan hak-hak masyarakat, baik yang tinggal di dalam kawasan hutan negara maupun di luar.

“Hak masyarakat di dalam kawasan hutan negara berbeda dengan yang di luar. Di kawasan hutan negara, hak tersebut adalah milik seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya masyarakat lokal. Solusinya adalah dengan memberikan akses keluar melalui program perhutanan sosial, bukan kepemilikan,” terangnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, M Irza Farel, Jumat (25/7). 

Untuk mendukung penerimaan masyarakat terhadap program rehabilitasi, KLHK mengembangkan pendekatan silvofishery—konsep pemanfaatan kawasan pesisir dengan menggabungkan aspek perikanan dan kehutanan. Program ini akan menjadi jembatan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dan tujuan konservasi lingkungan.

“Kita tidak bisa hanya bicara manfaat ekologis seperti mencegah abrasi. Yang paling penting bagi masyarakat adalah soal ekonomi. Kalau tidak ada cuan, besok tidak bisa makan,” ujarnya blak-blakan.

Kementerian Kehutanan akan menyelenggarakan Mangrove Fest 2025, hal itu dalam rangka memperingati Hari Mangrove Sedunia yang berlangsung setiap 26 Juli 2025. Hal itu merupakan rangkaian kegiatan yang akak dimulai di Alas Purwo disana Kementerian Kehutanan akan melakukan Penanaman.

Tags:    

Similar News