Untuk mengantisipasi terdampaknya industri kopi nasional ditengah pandemi covid-19 yang belum kunjung mereda hingga dipenghujung akhir tahun 2020, Kapal Api Global kembali menyelenggarakan pertemuan secara virtual atau webinar dengan sejumlah pembicara pada Senin (28/12).
Bertemakan “Industri Kopi Nasional Pasca Pandemi Covid-19, What Next to Be Done“, acara ini diselenggarakan oleh PT. Kapal Api Global dan diikuti oleh sejumlah pegiat kopi dari seluruh tanah air.
“Webinar ini kami selenggarakan diakhir 2020 sebagai satu reminder, bahwa industri kopi sebagaimana industri lainnya turut terdampak oleh pandemi covid-19, namun berbagai pemangku kepentingan di industri perkopian Indonesia telah melakukan sejumlah langkah antisipasi. Dengan melakukan webinar ini diharapkan akan terjadi pertukaran buah pikiran yang nantinya dapat membuahkan solusi yang dapat diterapkan di segala lini, mulai dari hulu hingga ke hilir,” jelas Pangesti Bernardus selaku Head of Corporate Communication Kapal Api Global yang juga moderator acara seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Bayu Koosyadi, Selasa (29/12).
Webinar dibuka dengan sambutan dari HC Director Kapal Api Global Djoni Halim. Adapun narasumber dari webinar ini antara lain : Samsul Widodo (Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), Antarjo Dikin (Sekretaris Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian), Yuswohady (Managing Partner Inventure), Moelyono Susilo (Head of Buying Station PT. Sulotco Jaya Abadi), Andreas Andrianto (Coffee Roaster Specialist, Founder of ROSSO’ Micro Roastery), Mira Yudhawati (GM Boncafe Indonesia) serta Budi Kurniawan (Sutradara ‘Legacy of Java’).
Acara dimulai dengan pemaparan oleh Bapak Antarjo Dikin mengenai sebaran kawasan kopi nasional dan pentingnya traceability dari kopi yang kita konsumsi tersebut. Dengan tingginya perdagangan kopi Indonesia di dunia, kopi dengan Indikasi Geografis (IG) menjadi penting terutama dalam kapasitasnya sebagai barang ekspor.
Untuk menjaga kontinuitas kopi dengan IG, pelaku industri kopi didorong untuk tidak mengoplos kopi dengan IG tertentu dengan kopi lain hanya untuk memenuhi kuota ekspor. Atas dasar itulah mapping dan tracibility biji kopi sangat diperlukan dan mendapat perhatian khusus.
Sementara itu Samsul Widodo memulai pemaparan dengan menunjukkan tren munculnya kopi murah dengan merek-merek baru di Indonesia yang mulai mengalahkan merek-merek kopi yang telah lebih dulu terkenal. Hal ini menimbulkan booming komoditas kopi yang terfokus di sektor hilir sementara pendapatan petani di sektor hulu masih rendah.
Kementrian Desa berusaha membantu petani di industri hulu kopi dengan pemanfaatan dana desa. Dengan bisnis model yang tepat, petani kopi diharapkan dapat terbantu dengan dana desa yang dikonsolidasikan melalui Bumdes ata Badan usaha milik desa.
Adapun Mira Yudhawati berbicara mengenai perkembangan coffee shop di Indonesia sebelum dan sesudah pandemi. Saat pandemi Covid-19 melanda, banyak coffee shop yang terdampak. Ditengah kondisi sulit ini, komunitas kopi ditantang untuk kreatif, inovatif serta tetap kuat dan solid.
Banyak gerakan-gerakan yang muncul untuk membantu korban terdampak pandemi covid-19 antara lain gerakan kopi untuk sesama untuk membantu petugas medis, gerakan barista asuh untuk membantu para barista yang kehilangan pekerjaan dan program solid saat sulit untuk saling berbagi informasi mengenai peluang kerja bagi korban terdampak pandemi.
Pembicara lainnya Andreas Andrianto memaparkan empat hal yang dapat dilakukan kedai kopi untuk bertahan di masa pandemi ini. Pertama, menerapkan konsep online, kedua, perubahan pola perilaku konsumen menjadi berbeda dimana kedai kopi harus aktif menyesuaikan.
Ketiga, konsep cafe yang memiliki area outdoor jelas Andreas akan bertahan dibandingkan café indoor dan yang keempat adalah kolaborasi antar pelaku industri dan stakeholder.
Moelyono Susilo sebagai pembicara lain menjabarkan bahwa seluruh lini industri terdampak oleh adanya pandemi ini. Pada industri kopi, kopi arabika turut terkena dampak dan mengalami penurunan omset sementara kopi robusta masih cukup stabil. Hal ini diakibatkan oleh proses lockdown di sejumlah negara sehingga aktivitas perdagangan sempat terhenti.
Selain itu, pandemi menyebabkan perubahan pada supply & demand, supply chain, proses produksi dan distribusi kopi. Prediksi untuk 2021 perkembangan hotel, restoran, dan kafe akan cenderung stagnan sementara stall kopi independen akan berkembang. Untuk memacu pertumbuhan industri kopi kembali di 2021 yang utama bukanlah meningkatkan harga kopi melainkan meningkatkan produktivitas kopi. Kunci dari produktivitas kopi Indonesia adalah peningkatan kesejahteraan petani.
Sebagai pecinta kopi, Budi Kurniawan berbicara mengenai filmnya ‘Legacy of Java’ yang menurutnya bukanlah film mengenai kopi seperti karya film sebelumnya, ‘Aroma of Heaven’ tetapi karya yang lebih kontemplatif. Tema kontemplatif tersebut sangat relevan dengan kondisi saat ini, saat kita melangkah lebih pendek dan berpikir lebih panjang di masa pandemi. Film sebagai produk pemikiran berperan sebagai spasi di antara kesibukan kita sehari-hari dan dalam konteks kopi, film ‘Legacy of Java’ membuat kita memikirkan kembali kemana industri kopi ini akan dibawa.
Yuswohady sebagai pakar brand menyebutkan bahwa ada empat karakteristik diera pandemi yang muncul sebagai lansekap industri baru, yaitu: Hygiene, Low-Touch, Less-Crowd dan Low-Mobility. Setelah pandemi yang menjadi prioritas bagi konsumen dalam memutuskan untuk pergi ke resto dan kedai kopi adalah CHSE (Cleanliness, Healthiness, Safety, Environment). Mengingat hal itu, branding CHSE menjadi sangat penting bagi resto dan kedai kopi di tahun 2021 sebelum membicarakan kualitas dan pelayanan. Harga kopi juga akan semakin turun karena diperkirakan dengan menurunnya daya beli di era pandemi, konsumen menjadi semakin perhitungan.
Kopi saset kembali diminati oleh konsumen di era pandemi karena membeli kopi secara dine-in potensi penularan virusnya cukup tinggi. Namun, diprediksi minum kopi secara dine-in akan kembali diminati karena physical experience dorongannya sangat tinggi. Walaupun begitu, kemungkinan orang yang menggemari dine-in akan cenderung mengutamakan CHSE dikarenakan kondisi.