Top
Begin typing your search above and press return to search.

Angket Kontroversial Program Makan Bergizi Gratis di MTsN 2 Brebes: Antara niat baik dan keresahan publik

Angket Kontroversial Program Makan Bergizi Gratis di MTsN 2 Brebes: Antara niat baik dan keresahan publik
X

Foto: Hari Nurdiansyah/Radio Elshinta

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah di MTsN 2 Brebes semula bertujuan mulia, memastikan siswa mendapatkan asupan gizi seimbang di sekolah. Namun, program ini tiba-tiba menjadi sorotan setelah beredarnya sebuah angket kontroversial yang memicu polemik.

Dokumen yang dibagikan kepada wali murid tersebut bukan hanya berisi pertanyaan seputar riwayat kesehatan dan alergi anak, tetapi juga memuat poin yang dinilai janggal, orang tua diminta tidak menuntut secara hukum apabila terjadi keracunan makanan.

Poin inilah yang membuat sejumlah orang tua merasa khawatir sekaligus keberatan. Mereka menilai klausul itu seperti upaya melepaskan tanggung jawab apabila terjadi sesuatu pada anak-anak mereka.

Humas MTsN 2 Brebes, Jenab Yuniarti saat dikonfirmasi oleh Kontributor Elshinta, Hari Nurdiansyah, Kamis (18/9), langsung memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa maksud awal angket bukan untuk menakut-nakuti orang tua, melainkan untuk memastikan makanan sesuai dengan kondisi kesehatan siswa.

“Di lapangan, banyak siswa yang alergi makanan. Dari angket itu, wali murid kemudian menelepon atau datang ke sekolah untuk menyampaikan kondisi anak-anaknya,” jelas Jenab.

Menurut Jenab, angket tersebut dibagikan atas anjuran dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) selaku pihak penyedia makanan. Data yang terkumpul seharusnya membantu SPPG dalam menyiapkan menu sesuai kebutuhan anak.

Namun, ia mengakui adanya poin mengenai pelepasan tanggung jawab hukum menjadi sumber kesalahpahaman.

secara terpisah, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Brebes, Sholeh, menegaskan pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan maupun distribusi angket tersebut.

“Begitu saya tahu, saya langsung minta agar angket dicabut. Pokoknya tidak ada kewajiban wali murid menandatangani pernyataan semacam itu,” tegasnya.

Sholeh juga menegaskan bahwa sekolah maupun Kemenag tetap bertanggung jawab penuh apabila terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), misalnya insiden keracunan massal. Ia meminta program MBG tetap berjalan, tetapi dengan pengawasan lebih ketat dan penuh kehati-hatian.

“Niat mendata kesehatan siswa itu baik, tetapi ketika ditambah poin pelepasan tanggung jawab hukum, justru menimbulkan persepsi negatif. Program publik, apalagi yang menyangkut anak-anak, harus dijalankan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas,” ujarnya.

Setelah mendapat kritik publik dan arahan dari Kemenag, pihak sekolah akhirnya menarik kembali angket tersebut. Sebagai pengganti, sekolah kini menggunakan formulir daring (Google Form) untuk mendata riwayat alergi dan kondisi kesehatan siswa.

Metode ini dinilai lebih aman dan praktis, sekaligus mengurangi risiko kesalahpahaman. Data tetap akan diserahkan kepada SPPG agar penyedia makanan bisa menyesuaikan menu.

“Langkah ini kami ambil agar program MBG tetap berjalan sesuai tujuan awal: memberikan asupan gizi yang aman dan sehat bagi seluruh peserta didik,” tegas Jenab.

Meski sempat memicu kegaduhan, program MBG di MTsN 2 Brebes tetap dilanjutkan dengan perbaikan tata kelola. Kasus ini menjadi pengingat bahwa program publik, terutama yang melibatkan anak-anak, harus dijalankan dengan standar keamanan tinggi, komunikasi yang jelas, serta jaminan penuh atas keselamatan peserta.

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire