BPKN: Literasi konsumen rendah soal syarat dan ketentuan transaksi digital
Catatan Akhir Tahun 2025 BPKN, aduan konsumen meningkat sepanjang tahun 2025

Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional Muhammad Mufti Mubarok mengatakan sepanjang 2025 aduan konsumen meningkat dalam Catatan Akhir Tahun 2025, Jakarta, Selasa (16/12/2025). Foto : Radio Elshinta Hutomo Budi
Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional Muhammad Mufti Mubarok mengatakan sepanjang 2025 aduan konsumen meningkat dalam Catatan Akhir Tahun 2025, Jakarta, Selasa (16/12/2025). Foto : Radio Elshinta Hutomo Budi
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia menilai dinamika perlindungan konsumen sepanjang 2025 bergerak jauh lebih cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, terutama akibat pesatnya transformasi digital yang belum sepenuhnya diimbangi kesiapan regulasi dan pengawasan.
Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional Muhammad Mufti Mubarok mengatakan bahwa pertumbuhan sektor e-commerce, layanan keuangan digital, transportasi daring, hingga ekonomi kreatif membawa risiko baru bagi konsumen. Masalah tidak lagi hanya berasal dari produk fisik, tetapi juga dari sistem digital, platform, dan algoritma yang memengaruhi perilaku konsumen.
“Negara harus hadir secara lebih strategis, modern, dan responsif. Risiko konsumen hari ini banyak muncul dari sistem digital, biaya tersembunyi, hingga praktik lintas negara,” ujarnya dalam Catatan Akhir Tahun 2025 di Kantor BPKN, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Mufti Mubarok mengatakan BPKN mencatat, sepanjang 2025 aduan konsumen meningkat, terutama terkait pangan, kosmetik, energi, layanan publik, serta penipuan digital. Di sisi lain, literasi konsumen dinilai masih rendah, khususnya dalam memahami syarat dan ketentuan transaksi digital.
Selain itu, BPKN menyoroti belum terintegrasinya data pengaduan konsumen antar-lembaga, mulai dari BPKN, BPSK, LPKSM, hingga aparat penegak hukum, sehingga menyulitkan pemetaan masalah secara menyeluruh.
Dalam kesempatan tersebut, BPKN juga menyinggung dampak bencana alam di sejumlah wilayah, termasuk Aceh dan Sumatera. Perlindungan konsumen pasca bencana, seperti ketersediaan BBM, pangan, perumahan, dan layanan dasar lainnya, disebut menjadi perhatian khusus.
Sebagai refleksi dan arah kebijakan ke depan, BPKN merilis Agenda Strategis 2026, di antaranya mendorong penguatan kelembagaan perlindungan konsumen, pembangunan sistem pengaduan nasional berbasis kecerdasan buatan (AI), pengawasan ekonomi digital dan transaksi lintas negara, serta penguatan pengawasan produk berisiko seperti kosmetik, suplemen, obat, dan barang elektronik.
BPKN juga menggagas kampanye nasional “Konsumen Berdaya 2026” guna meningkatkan literasi dan kesadaran masyarakat secara masif.
“Perlindungan konsumen harus menjadi gerakan nasional yang sistematis, modern, dan terukur,” tegasnya.
Hutomo Budi




