Top
Begin typing your search above and press return to search.

Budayawan Aceh harap pemerintah percepat penanganan bencana Sumatera dan evaluasi HGU

Budayawan Aceh harap pemerintah percepat penanganan bencana Sumatera dan evaluasi HGU
X

Banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumbar dan Sumut menyisakan duka warga terdampak. Foto : BNPB 

Penggiat seni dan budaya Aceh sekaligus pencipta lagu “Aneuk Yatim”, Rafly Kande, menilai bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat merupakan akumulasi panjang dari kesalahan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan ruang dan lingkungan. Dalam wawancara di Radio Elshinta Edisi Pagi, Kamis (4/12/2025), Rafly menyebut bencana saat ini seperti sesuatu yang sudah didesain sendiri oleh manusia melalui kebijakan yang mengorbankan rakyat dan lingkungan.

“Semua terjadi atas ketentuan Allah, tetapi sebagai manusia kita juga yang mendesainnya lewat kebijakan,” ungkapnya kepada news anchor Radio Elshinta, Suwiryo.

Ia menyoroti pemberian HGU (Hak Guna Usaha) skala besar kepada korporasi yang dinilai tidak bertanggung jawab sehingga menekan ruang hidup masyarakat. “Ratusan ribu hektare diberikan pada satu orang, ini kejahatan luar biasa,” katanya.

Rafly juga menilai narasi pemerintah tidak menyentuh akar persoalan. Ia menegaskan bahwa masyarakat kelas bawah selalu menjadi pihak yang paling merasakan dampak bencana. “Yang merasakan itu rakyat yang hidupnya bergantung pada kebijakan yang merendahkan martabat mereka,” ujarnya. Ia mengklaim telah mengingatkan soal kerusakan lingkungan dan tata kelola lahan sejak puluhan tahun lalu.

Terkait banyaknya anak yang terpisah dari keluarga akibat bencana, Rafly kembali menyinggung lagu “Aneuk Yatim” yang diciptakannya pada masa konflik Aceh. Menurutnya, pesan dalam lagu itu relevan hingga kini karena menggambarkan penderitaan yang lahir dari janji-janji yang tidak ditepati dan ketidakpastian kebijakan. “Itu lagu tentang konflik, tapi konteks penderitaan rakyatnya sama,” ucapnya.

Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto dan seluruh kabinet untuk segera mengambil langkah konkret tanpa retorika. “Turun Presiden Prabowo dengan perangkatnya, semua harus kolaborasi. Selesaikan dulu penderitaan rakyat, mitigasi secepat mungkin,” tutur Rafly. Ia bahkan menyarankan agar pemerintah tidak ragu meminta bantuan kemanusiaan global jika situasinya mendesak.

Menanggapi kendala distribusi bantuan karena sejumlah wilayah masih terisolasi, Rafly meminta pemerintah mengerahkan seluruh armada udara. “Mana pesawat, mana helikopter? Gampang itu. Ayo Pak Prabowo, jangan lambat,” katanya. Ia menekankan bahwa kecepatan bantuan harus setara dengan kecepatan bencana datang.

Dalam dialog tersebut, pendengar Elshinta juga menyampaikan usul, antara lain penghentian sementara izin penebangan hutan serta evaluasi total tata kelola kehutanan. Rafly mengapresiasi pandangan tersebut sebagai langkah yang sejalan dengan kebutuhan pemulihan lingkungan.

Rafly menutup pembicaraan dengan seruan untuk segera menyelesaikan masalah masyarakat tanpa memperpanjang polemik status bencana.

“Terserahlah mau status apa, yang penting selesaikan secepat mungkin,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa Aceh dan Sumatera telah lama menjadi korban eksploitasi ruang dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Ia menyerukan pemerintah dan masyarakat untuk berdiri bersama mempertahankan hak atas lingkungan dan ruang hidup.

Deddy Ramadhany

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire