Delegasi RI-VERRA bahas potensi perdagangan karbon sukarela di COP30

Delegasi RI dari Kemenhut bertemu organisasi non-profit yang mengembangkan standar untuk proyek-proyek pembangunan berkelanjutan, VERRA, pada Konferensi ke-30 Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) di Belém, Brasil, pada Jumat (7/11/2025) untuk membahas potensi perdagangan karbon sukarela. ANTARA/HO-Kemenhut.
Delegasi RI dari Kemenhut bertemu organisasi non-profit yang mengembangkan standar untuk proyek-proyek pembangunan berkelanjutan, VERRA, pada Konferensi ke-30 Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) di Belém, Brasil, pada Jumat (7/11/2025) untuk membahas potensi perdagangan karbon sukarela. ANTARA/HO-Kemenhut.
Delegasi RI dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bertemu organisasi non-profit yang mengembangkan standar untuk proyek-proyek pembangunan berkelanjutan, VERRA, pada Konferensi ke-30 Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) di Belém, Brasil untuk membahas potensi perdagangan karbon sukarela.
Penasehat Utama Menteri (PUM) Kehutanan Edo Mahendra dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu, menyampaikan bahwa saat ini, Kementerian Kehutanan sedang menyiapkan regulasi turunan untuk mengakomodir perdagangan karbon sukarela dalam Peraturan Menteri.
"Dibandingkan Peraturan Presiden (Perpres) 98 tahun 2021 yang tidak mengakomodir perdagangan karbon sukarela, Perpres 110 tahun 2025 secara jelas lebih membuka peluang perdagangan karbon, dengan menempatkan karbon sebagai komoditi utama dan bukan sebagai residu dari pencapaian kontribusi-kontribusi yang ditentukan secara nasional (nationally determined contribution/NDC)," ujar Edo Mahendra.
Beberapa Peraturan Menteri (Permen) yang sedang disusun untuk mengakomodir perdagangan karbon sukarela tersebut di antaranya Permen LHK Nomor 7 tahun 2023, Permen LHK Nomor 8 tahun 2021, Permen LHK Nomor 9 tahun 2021, serta rancangan Permen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem tentang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
Edo menambahkan, kelembagaan perdagangan karbon juga akan diperkuat dengan pembentukan steering committee yang akan melibatkan beberapa kementerian teknis. Melalui steering committee tersebut, diharapkan berbagai hambatan sektoral kementerian dapat teratasi dan perdagangan karbon nasional segera terwujud.
"Kita ingin agar sistem perdagangan karbon terbangun dengan baik dalam kerangka dan kelembagaan yang berkelanjutan, sehingga investor percaya dan berinvestasi dalam perdagangan karbon," ujar dia.
Sementara itu, CEO VERRA Mandy Rambharos menyampaikan betapa pentingnya Indonesia sebagai mitra potensial dalam perdagangan karbon sukarela.
Sedangkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Hutan Lestari Kemenhut Laksmi Wijayanti menyampaikan, Perpres Nomor 110 tahun 2025 yang terbit menggantikan Perpres 98 tahun 2021 mengatur tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional, di mana nilai karbon di Indonesia memiliki posisi strategis dalam menyediakan kredit karbon bernilai ekonomi tinggi.
Laksmi menekankan, segala upaya perlu dikerahkan untuk membentuk sistem perdagangan karbon yang berintegritas tinggi dan memenuhi peraturan yang berlaku.




