Djumala: Hadirnya Presiden Prabowo di China tunjukkan posisi strategis

Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Dr. Darmansjah Djumala (ANTARA/HO-BPIP)
Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Dr. Darmansjah Djumala (ANTARA/HO-BPIP)
Elshinta.com - Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Dr. Darmansjah Djumala mengatakan kehadiran Presiden Prabowo acara parade militer China mencerminkan pengakuan China terhadap posisi strategis Indonesia di Asia Tenggara.
Hal ini diungkapkan Djumala, dalam siaran pers yang diterima di Pangkalpinang, Rabu, menanggapi kehadiran Presiden Prabowo acara parade militer peringatan 80 tahun kemenangan China atas agresi dan penjajahan Jepang pada 3 September 2025.
Djumala juga memaknai kehadiran Presiden Prabowo ini sebagai langkah diplomatik strategis Indonesia untuk menyeimbangkan kedekatan Indonesia-China secara bilateral.
Menurut dia, Indonesia dekat dengan China tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga membuka kemungkinan ruang kerja sama di bidang pertahanan yang lebih substantif.
Dari perspektif kebijakan luar negeri, katanya, kehadiran Indonesia tidak harus dimaknai sebagai indikasi kecenderungan Indonesia lebih dekat ke China daripada AS. Indonesia hadir bukan sebagai negara yang berpihak pada satu blok kekuatan, melainkan sebagai negara yang ingin menjaga hubungan baik dengan semua mitra strategis.
“Dengan menjalin komunikasi dengan AS, Jepang, Uni Eropa dan ASEAN, kunjungan ke China menunjukkan keseimbangan diplomasi Indonesia. Inilah praktik nyata politik luar negeri bebas aktif dalam rivalitas geopolitik Indo-Pasifik: menjalin kerja sama dengan berbagai pihak tanpa harus terseret ke dalam kepentingan jangka pendek kedua pihak yang bersaing," katanya.
Djumala juga mengatakan bahwa acara parede militer China sebagai ajang unjuk kekuatan militer yang diproyeksikan untuk menghadapi rivalitas geopolitik di Indo-Pasifik.
Menurut dia, parade militer besar-besaran yang digelar China dapat dibaca sebagai instrumen politik simbolik di tengah rivalitas di kawasan Indo-Pasifik. Dengan menampilkan kekuatan militer, Beijing ingin mengirim pesan politik terkait perjuangan mereka melawan Jepang saat Perang Dunia II.
Dia mengatakan China ingin memaknai parade militer itu sebagai narasi legitimasi politik: bahwa China kini tidak lagi dalam posisi sebagai korban kolonialisme, melainkan kekuatan global yang mampu menentukan lanskap keamanan kawasan.
Pesan yang sama bisa jadi diarahkan juga kepada Amerika Serikat dan sekutunya, bahwa parade militer ini sebagai pernyataan simbolik atas klaim kepemimpinan regional, katanya.
Kantor berita nasional China, Xinhua, (28/8/2025) melansir berita bahwa parade militer itu bakal dihadiri 26 kepala negara dan pemerintahan, antara lain Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Selain Indonesa, dari ASEAN yang akan hadir adalah Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pemimpin junta militer Myanmar, Presiden Vietnam Luong Cuong, Raja Kamboja Norodom Sihamoni, dan Presiden Laos Thonglun Sisoulith.
Wu Zeke, pejabat Staf Gabungan Komisi Militer Pusat China, menyatakan parade ini akan diadakan besar-besaran untuk memamerkan persenjataan baru sebagai unjuk kekuatan dan kesiapan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) dalam menghadapi berbagai tantangan regional dan global.