DPR minta Kemenkes bentuk tim investigasi kusta di Papua Barat

Ketua Komite III DPD Republik Indonesia Filep Wamafma memberikan keterangan pers kepada awak media di Sorong, Papua Barat Daya. ANTARA/Fransiskus Salu Weking
Ketua Komite III DPD Republik Indonesia Filep Wamafma memberikan keterangan pers kepada awak media di Sorong, Papua Barat Daya. ANTARA/Fransiskus Salu Weking
Ketua Komite III DPD Republik Indonesia Filep Wamafma meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk tim investigasi untuk penanganan kasus kusta di Provinsi Papua Barat.
Hal tersebut penting untuk mengidentifikasi akar permasalahan, ketersediaan fasilitas kesehatan, akses obat, sekaligus memperoleh data sebaran kasus yang akurat, dan tingkat penularan.
"Pada Selasa (16/9) saya akan ketemu Menteri Kesehatan untuk bentuk tim investigasi kusta di Papua Barat," kata Filep di Manokwari, Minggu.
Berdasarkan laporan yang diterima, kata dia, sejumlah puskesmas di wilayah Papua Barat mengalami kesulitan dalam penanganan penyakit kusta karena keterbatasan pasokan obat.
Kondisi itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena akan mempercepat penularan dan menambah jumlah penderita baru, sehingga memerlukan adanya intervensi dari pemerintah pusat.
"Saya terima laporan dari puskesmas, tidak ada obat kusta. Petugas medis kesulitan. Kasusnya terus menyebar, maka perlu penanganan serius," ujar Filep.
Menurut dia, penularan kusta sangat rentan terjadi di dalam lingkungan keluarga yang berada satu rumah dengan penderita, dan tidak mendapatkan pengobatan secara rutin.
Pemerintah semestinya memperhatikan aspek pencegahan berbasis keluarga, memastikan ketersediaan obat, meningkatkan pelayanan medis, dan menggencarkan edukasi kesehatan.
"Kalau satu rumah terdapat penderita kusta, maka risiko penularan ke anggota keluarga lainnya sangat cepat," ucap Filep.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Papua Barat dr Nurmawati menyebut penyakit kusta dipengaruhi penularan bakteri mycobacterium leprae.
Jumlah penderita kusta yang terdata hingga tahun 2024 sebanyak 796 orang tersebar di enam kabupaten se-Papua Barat dengan prevalensi kasus mencapai 13,76 per 10 ribu penduduk.
"Pengobatan penyakit kusta sangat lama, paling cepat itu enam bulan," kata dia.
Dia menyebut penyakit kusta masuk kategori kelompok penyakit kronis yang terabaikan (neglected tropical disease), sehingga strategi penanganan membutuhkan kolaborasi semua pihak.
Kabupaten Manokwari ada 508 penderita kusta, Kaimana 105 penderita, Teluk Bintuni 76 penderita, Fakfak 29 penderita, Teluk Wondama 64 penderita, dan Manokwari Selatan 14 penderita.
Pihaknya terus berupaya meningkatkan kapasitas tenaga medis pada semua fasilitas kesehatan tingkat pertama di Papua Barat, agar pelayanan terhadap penderita kusta lebih maksimal.
Penanganan kusta juga memerlukan dukungan pembiayaan pemerintah provinsi dan kabupaten, karena selama ini distribusi obat berasal dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
"Obat kusta ini tidak mudah diperoleh, dan masih bergantung dengan bantuan WHO melalui pemerintah pusat," kata dia.