FSGI rilis catatan buruk MBG, tuntut kompensasi dari Pemerintah

Food tray MBG
Food tray MBG
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menuai kontroversi di masyarakat. Tidak hanya kasus keracunan yang mengorbankan ribuan anak bangsa, namun juga potensi kerugian negara yang besar akibat makanan yang tak dimakan anak-anak sehingga ada begitu banyak makanan yang diduga kuat mubazir setiap harinya di berbagai sekolah, yang berpotensi merugikan uang negara. Anggaran jumbo MBG ternyata juga belum mampu diserap maksimal hingga September 2025.
Dalam siaran pers yang diterima Elshinta, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sejumlah permasalahan Program MBG saat ini, yang dipetakan sebagai berikut: (1) Perbedaan pendapat dan cara pandang terhadap persoalan MBG; (2) Persoalan dapur MBG terkait politik dan kekuasaan; (3) Penerapan ilmu dalam MBG adalah ilmu kesehatan gizi, jadi seharusnya pimpinan tertinggi BGN didominasi ahli gizi bukan pensiunan TNI/Polri; (4) Belum ada peraturan yang khusus untuk ditegakkan terkait MBG, misalnya Perpres.
Pertama, MBG Pakai APBN Tapi Tidak Tunduk Pada Perpres Pengadaan Barang dan Jasa
Penggunaan dana menjalankan program MBG untuk pemenuhan kebutuhan gizi bagi penerima manfaat masih murni berada dalam kekuasaan lembaga politik dan kebijakan Pemerintah yang berbeda dengan pengadaan barang dan/atau jasa Pemerintah yang tunduk pada Perpres Nomor : 12 Tahun 2021 yang prosedur pengadaannya diantaranya dilakukan dengan lelang atau tender, ada pelaporan menggunakan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dan diawasi oleh BPK. Sedangkan di program MBG, BGN bermitra dengan UMKM dan melibatkan partisipasi masyarakat.
Kedua: MBG Tidak Tunduk Padak pasal 1320 KUH Perdata Terkait Dasar Perjanjian Kontrak
Dudukan hukum kerjasama BGN - Mitra, Dapur MBG - Sekolah yang digunakan adalah moU Kemitraan berisi hak, kewajiban, dan tanggung jawab para pihak. Belum ada lembaga yang berwenang mengawasi pelaksanaan moU para pihak. moU tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata dan menjadi dasar perjanjian kontrak yang mengikat.
Ketiga, Pengalokasian Anggaran Untuk MBG Atas Nama Deskresi
Pengalokasian sejumlah anggaran, menambah, mengurangi, dan mengalihkan dana APBN untuk pembiayaan program prioritas dan unggulan Pemerintah yaitu MBG tidak termasuk dalam klasifikasi pelanggaran hukum, melainkan bagian dari kebijakan, hak untuk menggunakan kewenangan dalam mengambil keputusan atau tindakan, merupakan diskresi penyelenggara negara sesuai dengan UU No.30 Tahun 2014 Pasal 6 ayat (2) huruf e dan Pasal 23 mengenai kebebasan pejabat pemerintahan untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan sendiri apabila ada kebuntuan menjalankan roda pemerintahan akibat dari : belum ada aturan, ada aturan tetapi tidak lengkap dan/atau kurang jelas.
Keempat, FSGI Menduga Pengalihan Anggaran Pendidikan 2026 Untuk MBG Berpotensi Kuat Mengancam Tunjangan Profesi Guru
Pengalokasian anggaran pendidikan mengalihkan, memprioritaskan, mengutamakan dana untuk MBG dengan cara menunda atau meniadakan hak atas tunjangan profesi bagi guru adalah kesalahan penyelenggara negara dalam mengambil keputusan yang berdampak merugikan guru dan nyata melanggar UU No.14 Tahun 2005 Pasal 16. Ada niatan atau rencana penyelenggara negara atau ada potensi peniadaan, penghapusan, penundaan atas hak tunjangan profesi guru, harus diperjuangkan, dilakukan pencegahan dengan cara disuarakan dan diramaikan melalui media informasi.
Kesalahan dapur MBG dalam penyediaan makanan bergizi bagi peserta didik, terbungkus dan tunduk pada kriteria penerapan ilmu kesehatan gizi dan belum dirumuskan sanksi bagi perorangan yang lalai melaksanakan tugas sebagai juru masak dan ahli gizi yang membimbing,melatih, dan mengawasi juru masak, sehingga kesalahannya masuk dalam kategori kesalahan badan yakni dapur MBG /SPPG.
Maka, penghentian aktivitas dapur MBG adalah kebijakan manajemen yang bertujuan ingin memperbaiki pelayanan, yang berlangsung sesaat, bukan suatu hukuman. Persoalan substansi di dapur MBG terkait layanan, dan apabila ada kesalahan dalam pelayanan maka manajemen yang digunakan adalah " Perbaikan " dan bukan hukuman.
Keracunan yang dialami bagi peserta didik akibat mengonsumsi makanan yang disediakan oleh dapur MBG adalah kesalahan layanan oleh badan dalam negara yang dapat dituntut ganti kerugian kepada negara berupa perbaikan dan pemulihan kesehatan dan kompensasi tertentu. Tugas negara dalam hal ini dinas kesehatan adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada korban dengan biaya yang akan ditanggung oleh negara.
Kesalahan yang dapat dituntut oleh korban dan dapat dimintakan pertanggung jawaban sesuai hukum perdata mengenai persoalan keracunan makanan yang dialami oleh sejumlah peserta didik, pembuktian bersalah dengan melihat hubungan sebab akibat. Ganti kerugian dapat diajukan kepada negara dengan melihat dampak. Melihat dampak dapat disimpulkan ada kesalahan yang berdampak menimbulkan kerugian. Ganti kerugian korban oleh Pemerintah tunduk pada KUH Perdata Pasal 1365
Bunyi Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : "Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut".
Kerugian yang dapat dituntut oleh korban keracunan MBG dan guru korban penghilangan tunjangan profesi akibat pelanggaran UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 16 mengatur guru pemegang sertifikat pendidik berhak menerima tunjangan profesi sebesar 1 kali gaji pokok dan UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 10 ayat (1) huruf a mengenai kepastian hukum dalam asas umum pemerintahan yang baik.
Tuntutan yang dapat diajukan oleh korban atau pihak yang dirugikan terkait MBG meliputi dua bagian yaitu : (1) Kerugian materiil : kerugian yang nyata-nyata diderita; (2) Kerugian immateriil : kerugian harapan.
Ganti kerugian yang diharapkan oleh korban keracunan MBG tidak terbatasi pada mengobati dan pemulihan kesehatan pasien melainkan diusulkan memperoleh kompensasi dalam wujud lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rekomendasi FSGI : Pemerintah Harus Bertanggung Terhadap Para Korban Keracunan MBG
1. Terhadap peserta didik dan/atau korban keracunan MBG, Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengatasi memberikan pengobatan dan pemulihan kesehatan agar kondisi badan normal kembali dan bila perlu diberikan tambahan berupa kompensasi dalam wujud lain.
2. Kewajiban Pemerintah apabila ada persoalan adalah mengatasi dan mencari solusi. Tugas Pemerintah adalah memperbaiki pelayanan, apabila ada korban yang sakit diobati sedangkan yang sehat tetap dijaga imunnya dengan cara tetap diberikan makanan agar memiliki energi untuk melanjutkan aktivitas dan harapan banyak pihak dapur berasap, kegiatan dapur MBG tetap berjalan dengan perbaikan total dan terus-,meneruskan, sesuai amanat UU No.30 Tahun 2014 Pasal 10 ayat (1) huruf h.
3. Demi menjunjung tinggi asas kepastian hukum dalam Asas Umum Pemerintahan yang Baik, penggunaan dana pendidikan untuk mendukung program MBG hendaknya tidak menghilangkan hak guru pemegang sertifikat pendidik untuk tetap menerima dan menikmati tunjangan profesi guru.
4. Kehadiran program MBG seharusnya membawa manfaat dan berkah bagi anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui dan diharapkan agar guru sebagai fasilitator pencerdasan peserta didik,juga tetap terjaga, diberi ruang dan terlindungi kesejahteraannya. (Vit/Ter)