Idrus Marham dorong PBNU selesaikan dinamika via muktamar
Idrus Marham menyerukan penyelesaian konstitusional dinamika internal PBNU melalui percepatan muktamar dan menghentikan manuver elite yang memperlebar perpecahan.

Elshinta/ ADP
Elshinta/ ADP
Anggota Majelis Penasehat Organisasi (MPO) IKA PMII, Idrus Marham, menyerukan perlunya penyelesaian konstitusional atas dinamika internal yang tengah mengguncang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ia menilai ketegangan yang mengemuka belakangan ini merupakan tanda bahwa nilai kolektif NU sebagai organisasi umat mulai terkikis oleh manuver kelompok tertentu.
“NU itu milik warga, bukan milik elite kecil,” tegas Idrus.
Ia mengingatkan bahwa NU sejak awal berdiri sebagai gerakan pemikiran para kiai dan pesantren yang menjadi rumah besar umat dan bangsa. Karena itu, setiap konflik harus dihadapi melalui mekanisme organisasi yang sah, bukan melalui adu kekuatan antar-elite.
Respons terhadap Sikap Yahya Cholil Staquf
Menanggapi pemberitaan mengenai KH Yahya Cholil Staquf yang tetap menunjukkan sikap protes setelah dinonaktifkan, Idrus menilai hal tersebut sebagai ekspresi ketidaksetujuan terhadap keputusan Surya NU yang dianggap tidak adil.
“Protes itu bisa dipahami. Yang dipersoalkan Yahya Staquf adalah mengapa hanya ketua umum yang dinonaktifkan, sedangkan sekjen justru terkesan dilindungi,” ujar Idrus.
Ia mencatat bahwa reposisi jabatan sekjen dan bendahara umum oleh Yahya setelah dinonaktifkan adalah bentuk reaksi atas keputusan yang dinilainya tidak seimbang.
Situasi tersebut, lanjut Idrus, menjadi indikator perlunya evaluasi menyeluruh terhadap arah kepemimpinan PBNU dan tata kelola organisasi yang dinilai mulai menjauh dari khittah.
Tanggapan Soal IUP: “Persoalannya pada Pengelolaan, Bukan Izinnya”
Idrus juga menanggapi pernyataan KH Said Aqil Siroj soal Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk PBNU. Ia menilai bahwa fokus persoalan tidak semestinya diarahkan pada keberadaan konsesi tersebut.
“Masalah PBNU bukan pada IUP-nya. Pemerintah memberi perhatian, itu patut diapresiasi. Yang bermasalah adalah pengelolaannya jika kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Menurutnya, isu IUP hanya memicu perdebatan yang lebih dalam, yakni pergeseran nilai organisasi dan dugaan penggunaan aset untuk kepentingan pihak tertentu.
Usulan Jalan Tengah: Muktamar Paling Lambat Mei–Juni 2026
Untuk meredam ketegangan, Idrus mengusulkan agar PBNU segera memulihkan jadwal muktamar ke waktu sebelum pandemi COVID-19.
“Muktamar Lampung dimundurkan enam bulan karena pandemi. Maka logikanya sekarang dimajukan kembali enam bulan. Paling lambat Mei–Juni 2026,” jelasnya.
Baginya, muktamar adalah jalan tengah yang konstitusional untuk mengembalikan kepercayaan warga NU, mengevaluasi kepengurusan, dan memastikan organisasi kembali berjalan sesuai khittah.
Seruan Moral: Hentikan Manuver Elite
Idrus meminta para kiai sepuh, pengurus, dan para pemegang kebijakan di NU untuk menahan diri dari manuver politik yang dapat memperlebar perpecahan.
“Konflik ini tidak boleh merusak kepercayaan jamaah. NU harus kembali menjadi rumah besar yang mempersatukan umat,” ujarnya.
Idrus menekankan bahwa krisis saat ini seharusnya menjadi momentum pembenahan organisasi, bukan medan perebutan kepentingan.
Arie Dwi Prasetyo




