Top
Begin typing your search above and press return to search.

JARI 98 tegaskan Polri sebagai garda utama Penjaga Supremasi Sipil

JARI 98 tegaskan Polri sebagai garda utama penjaga supremasi sipil. Menyikapi survei CISA, organisasi ini harap Polri tidak terseret politik praktis dan fokus pada reformasi internal.

JARI 98 tegaskan Polri sebagai garda utama Penjaga Supremasi Sipil
X

Elshinta/ ADP

Sekjen Jaringan Aktivis Reformasi ’98 (JARI 98), Peri Supriadi menegaskan bahwa institusi Polri merupakan garda supremasi sipil. Hal itu ia dsampaikan, saat menjadi pembahas di peluncuran survei Center for Indonesian Strategic Action (CISA) di Jakarta, pada Senin, (24/11/2025). Dalam survei ini memotret persepsi publik terhadap Polri sebagai simbol supremasi sipil.

Peri menjelaskan yang membedakan rezim otoriterianisme dengan rezim demokratis adalah bagaimana kekuatan negara bersenjata, tidak hanya militer, tetapi juga Polri harus tunduk pada otoritas sipil. Ia melanjutkan, institusi kepolisian mempunyai tiga fungsi sekaligus yaitu gakum, kamtibmas, serta perlindungan dan pengayoman termasuk dalam hal ini penanganan terorisme.

“Pertama, saya mengapresiasi survei CISA ini yang berupaya memotret persepsi publik terhadap Polri sebagai simbol supremasi sipil. Kedua, survei ini mengkonfirmasi bahwa harapan publik terhadap Polri untuk menjaga ruang demokrasi sipil teramat besar. Tantangan terbesarnya adalah, merawat harapan itu agar Polri dapat lebih maksimal lagi dalam menjalani tupoksinya atau saya menyebutnya, garda supremasi sipil. Berikutnya, tidak terseret dalam ruang politik praktis,” ujarnya

Ia mengatakan, bila sudah terlibat dalam pergumulan politik praktis, yang sarat dengan kepentingan politik maka praktik dalam menjalani tupoksinya tidak akan bisa netral dan independen.

“Ujian terbesar dalam ruang demokrasi sipil saat ini adalah menjaga agar kekuatan bersenjata tetap berada di bawah kontrol sipil, baik pemerintah maupun DPR. Termasuk kelompok masyarakat sipil yang turut serta mengawasi agar tidak terjadi fenomena ‘elit capture’ baik terhadap polisi maupun militer yang dapat membungkam kebebasan berekspresi dan stabilitas politik juga dapat terjaga. Tentunya, kita semua tidak ingin demokrasi berputar haluan kembali ke masa lalu,” kata Peri yang pernah terlibat dalam gerakan Reformasi 98.

Ia berharap, agar agenda reformasi Polri yang tengah bergulir dapat memberikan hasil terbaik dan kinerja institusi Bhayangkara dapat lebih optimal lagi dengan tetap berkarakter sipil.

“Dari survei CISA, kita bisa dapati bagaimana harapan publik juga teramat besar terhadap agenda reformasi kepolisian. Dan kita berharap agar citra Polri ke depan semakin baik yang paralel dengan itu akan berkontribusi pula terhadap citra pemerintahan Prabowo-Gibran,” pungkasnya.

Untuk diketahui, dalam memotret persepsi publik terhadap Polri sebagai simbol supremasi sipil, survei CISA menggunakan empat indikator untuk mendapatkan persepsi publik. Pertama, indikator penegakan hukum dan keamanan siber. Kedua, persepsi publik terhadap kinerja Polri. Ketiga, dukungan dan harapan masyarakat terhadap institusi Polri dan keempat, reformasi Polri.

Direktur Eksekutif CISA, Herry Mendrofa menjelaskan bahwa secara umum persepsi publik terhadap Polri sangat positif dan itu terlihat dari data survei. Menurutnya, mayoritas masyarakat puas dengan kinerja Polri dan berharap dapat menjadi simbol supremasi sipil.

“Berdasarkan data survei, menggunakan empat indikator, gakum dan keamanan siber, kinerja Polri, dukungan dan harapan publik terhadap institusi Polri serta reformasi kepolisian secara umum semua hasilnya positif, masyarakat puas dan berharap agar Polri dapat menjadi simbol supremasi sipil,” ulas Herry.

Berdasarkan data survei tentang kepuasan kinerja Polri, sebesar 72 persen (kumulatif). Sedangkan 19,9 menjawab masih buruk, dan terakhir sebesar 8,1 persen responden menilai tidak tahu atau memilih untuk tidak menjawab. Paralel dengan itu, publik juga berharap agar Polri dapat menjadi simbol supremasi sipil. Dari temuan survei CISA, Sebanyak 77 persen masyarakat mendukung (kumulasi dari penilaian cukup mendukung, mendukung, dan sangat mendukung) sisanya, sebanyak 6 persen responden menjawab tidak mendukung dan terakhir sebesar 17 persen responden menilai tidak tahu atau memilih untuk tidak menjawab.

Sebagai informasi, survei ini dilangsungkan pada 14 November - 20 November 2025. Populasi survei ini adalah seluruh WNI yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Dalam survei ini jumlah sampel sebanyak 1320 orang. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Dengan margin of error sekitar ± 2.7 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka, telfon, dan google form oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara telah dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali menghubungi responden terpilih (spot check) dan dalam prosesnya tidak ditemukan kesalahan yang berarti.

Arie Dwi Prasetyo

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire