Kampanye sosial perlu diperbanyak untuk lindungi anak di ranah digital

Ilustrasi generasi muda menggunakan internet. Siswa dan siswi dari Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Amarasi menggunakan internet memanfaatkan layanan konektivitas internet dari Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komdigi di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (30/10/2024). ANTARA/Livia Kristianti
Ilustrasi generasi muda menggunakan internet. Siswa dan siswi dari Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Amarasi menggunakan internet memanfaatkan layanan konektivitas internet dari Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komdigi di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (30/10/2024). ANTARA/Livia Kristianti
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Rissalwan Habdy Lubis mengatakan kampanye sosial harus dilakukan secara masif untuk meningkatkan empati dan pengetahuan akan bermedia sosial yang lebih baik dan beretika agar menciptakan perlindungan pada anak di ranah digital.
“Bikin saja iklan layanan masyarakat yang banyak seperti masa lalu, di televisi, di internet, di Youtube, diperbanyak saja konten itu. Kampanye sosialnya harus masif. Harus ada iklan layanan masyarakat yang lebih banyak,” kata Rissalwan dilansir dari ANTARA, Selasa.
Ia mengatakan ruang digital pada era saat ini memang tidak mungkin terhindar dari jangkauan anak-anak. Berbagai konten yang tidak ramah anak mau tidak mau akan sedikit banyak terpapar pada anak.
Ia mengatakan PP Tunas yang diterbitkan Kementerian Komunikasi dan Digital sebagai upaya perlindungan anak di ruang digital bisa dijadikan alat kampanye sosial yang bisa masif digalakkan mulai dari daerah agar meningkatkan kesadaran publik terkait etika di era digitalisasi.
“Pemerintah daerah juga harusnya melalui PP Tunas ini mendorong pemerintah daerah juga memperbanyak baliho-baliho, kemudian konten-konten melalui radio lokal, radio komunitas,” katanya.
Ia juga berpendapat PP Tunas sebaiknya tidak hanya mengatur penyelenggara sistem informasi, tapi juga meningkatkan kesadaran publik melalui media-media lain di luar sistem informasi digital.
Selain itu PP Tunas juga bisa melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Polri dan undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan anak dan teknologi informasi agar ada sanksi administratif sekaligus sanksi pidana jika melanggar undang-undang yang berlaku.
Selain itu, peran lingkungan terdekat anak seperti sekolah juga perlu ditingkatkan literasi digitalnya, dengan memasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran dan orang tua serta guru memberi contoh cara bermedia sosial yang baik karena anak memiliki sifat peniru yang baik.
Maka itu diperlukan bimbingan dari orang tua sebagai ruang pendidikan paling dasar pada anak untuk ikut menyisir konten yang dilihat anak pada ruang digital.
“Yang bisa dilakukan adalah ‘imunisasi’ media sosial. Kita tetap mendampingi anak-anak kita dalam mengakses media sosial. Jadi itu memang satu hal yang menjadi wajar, kenapa? Karena memang prinsipnya kan pendidikan yang paling dasar itu kan di keluarga, bersama orang tua jadi anak didampingi,” kata Rissalwan.




