Top
Begin typing your search above and press return to search.

Kasus WO Ayu Puspita, praktisi ungkap modus dan tips pilih jasa yang aman

Kasus WO Ayu Puspita, praktisi ungkap modus dan tips pilih jasa yang aman
X

Polda Metro Jaya tetapkan dua tersangka inisal APD dan DHP terkait kasus penipuan WO Ayu Puspita dengan Kerugian mencapai Rp 11,5 Miliar rupiah, Sabtu (13/12/2025). Foto : Radio Elshinta Eddy Suroso 

Kasus dugaan penipuan Wedding Organizer (WO) Ayu Puspita membuka kekhawatiran baru di tengah masyarakat yang tengah mempersiapkan pernikahan. Ratusan aduan korban dengan nilai kerugian besar membuat calon pengantin kian waspada dan mempertanyakan keamanan menggunakan jasa WO.

Praktisi wedding organizer dari Sahaja Wedding Organizer, Egi Regina, menilai kasus ini bukan hanya merugikan korban secara materi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap industri pernikahan secara keseluruhan.

“Kepercayaan klien benar-benar hancur. Bukan hanya klien yang sedih, kami para pelaku jasa juga terkena dampaknya. Ekosistem dunia pernikahan diacak-acak oleh satu oknum,” kata Egi dalam wawancara di Radio Elshinta Edisi Siang (15/12/2025)

Egi meluruskan, praktik yang dilakukan Ayu Puspita tidak mencerminkan kerja wedding organizer profesional. Menurutnya, terdapat perbedaan mendasar antara wedding organizer, wedding planner, dan wedding service.

“Yang terjadi di kasus ini bukan wedding organizer, melainkan wedding service yang menjual paket murah secara masif, bahkan menjadikan jasa WO sebagai bonusan paket. Itu aja sudah salah gitu loh, sudah tidak sesuai sistem,” ujarnya.

Ia menjelaskan, wedding organizer seharusnya berdiri sebagai badan usaha jasa dengan kru berpengalaman, sistem kerja jelas, serta pendampingan klien sejak awal hingga hari pelaksanaan. Sementara dalam kasus Ayu Puspita, penawaran justru berfokus pada paket harga sangat murah disertai bonus seperti honeymoon atau hadiah lain, tanpa transparansi progres kerja.

Paket murah jadi celah penipuan

Menurut Egi, harga tidak masuk akal menjadi titik paling rawan calon pengantin tertipu. Banyak pasangan tergiur mimpi pernikahan mewah dengan bujet minim, tanpa menelaah logika biaya.

“Kalau gedung saja sudah puluhan juta, lalu total paket pernikahan sangat murah, itu harusnya jadi alarm. Jangan lihat bonusnya dulu,” tegasnya.

Ia mengungkap, sebagian pernikahan memang sempat berjalan, namun pembayaran kepada vendor macet. Dana klien diduga diputar untuk menutup kewajiban acara lain, mirip pola gali lubang tutup lubang.

Kasus ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga tekanan psikologis mendalam bagi korban. Egi menyebut, ada calon pengantin yang mengalami stres berat karena dana pernikahan merupakan hasil tabungan bertahun-tahun.

“Ini tu semua kan orang nabung loh mas. Sedikit-sedikit buat nikah. Dampaknya luar biasa, ada yang sampai depresi,” ujarnya.

Egi menekankan pentingnya edukasi publik agar masyarakat memahami alur memilih jasa pernikahan yang benar. Ia juga mendorong peran asosiasi dan pemerintah untuk memperkuat perlindungan konsumen.

Saat ini, sejumlah asosiasi seperti Hastana (Perhimpunan Penata Acara Pernikahan Indonesia) telah menaungi WO profesional berbadan hukum. Namun, ia menilai perlu ada langkah lebih tegas, termasuk sertifikasi resmi agar konsumen mudah membedakan jasa yang kredibel dan abal-abal.

“WO bukan bonus paket. Harus ada transparansi detail, timeline kerja, progres jelas, dan logika harga yang masuk akal. Common sense dan intuisi harus dipakai,” katanya.

Egi mengimbau calon pengantin untuk:

- Memastikan WO berbadan hukum dan berasosiasi

- Tidak tergiur paket murah dan bonus berlebihan

- Meminta detail layanan, timeline, dan progres kerja

- Mengecek rekam jejak dan aset pendukung vendor

Kasus Ayu Puspita menjadi peringatan serius bahwa transparansi, edukasi, dan pengawasan mutlak diperlukan agar industri pernikahan tetap sehat dan kepercayaan publik dapat dipulihkan.

Sukma Salsabilla

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire