Kemenhaj telusuri dugaan kebocoran dana haji dalam pengadaan

Ilustrasi - Jamaah melakukannya tawaf mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. ANTARA/Desi Purnamawati
Ilustrasi - Jamaah melakukannya tawaf mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. ANTARA/Desi Purnamawati
Pemerintah tengah berupaya menyisir dan menekan potensi kebocoran anggaran dalam proses pengadaan barang dan jasa penyelenggaraan haji yang selama ini diperkirakan mencapai 20 hingga 30 persen dari total anggaran sebesar Rp17 triliun.
Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak di Jakarta, Selasa, mengatakan potensi kebocoran yang besar itu menjadi salah satu penyebab mahalnya Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Oleh karena itu, pemerintah menggandeng Kejaksaan Agung untuk melakukan pengawasan ketat terhadap seluruh tahapan pengadaan haji.
"Perintah Presiden begitu. Ini masih satu tahapan, makanya kami sangat membutuhkan bantuan dari Kejaksaan Agung. Tadi Prof Reda (Jamintel) dan tim sudah menyatakan akan fokus membantu," kata Dahnil.
Ia menjelaskan struktur biaya penyelenggaraan haji yang mencapai Rp17 triliun terbagi dalam 10 proses pengadaan utama, dengan beberapa pos anggaran terbesar berasal dari transportasi udara, layanan syarikah, katering, dan akomodasi jamaah di Arab Saudi.
Dahnil menjelaskan dalam 10 tahapan proses pengadaan haji, potensi kebocoran diperkirakan bisa mencapai Rp5 triliun per tahun. Oleh karena itu, upaya pengawasan diharapkan dapat memberikan efisiensi anggaran yang signifikan.
"Dari 17 triliun total biaya penyelenggaraan haji untuk memberangkatkan 203 ribu orang, kebocoran 20 sampai 30 persen berarti hampir Rp5 triliun. Itu yang kami ingin tekan semaksimal mungkin, kalau bisa nol kebocoran," ujarnya.
Dahnil menyebutkan salah satu contoh efisiensi yang telah berhasil dilakukan adalah pada layanan syarikah. Tahun lalu, biaya layanan syarikah per orang mencapai 2.300 riyal. Namun pada tahun ini, setelah melalui proses lelang yang terbuka, biaya tersebut berhasil ditekan menjadi 2.100 riyal.
"Pemotongan biaya syarikah ini sudah menghemat hampir Rp180 miliar. Itu tanpa pungli, tanpa manipulasi. Ini contoh konkret bahwa efisiensi bisa dilakukan jika tata kelola diperbaiki," ujarnya.
Menurut Dahnil, dengan menurunnya kebocoran dalam pengadaan, pemerintah dapat lebih mudah menurunkan BPIH, meskipun secara finansial tantangan tetap besar karena fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.
"Kalau dari sisi finansial, menekan BPIH itu sulit karena dolar naik. Tahun ini patokan kita sudah Rp16.500, sementara tahun lalu masih Rp16.000. Tapi bila kebocoran bisa ditekan, upaya menurunkan BPIH akan jauh lebih realistis," kata dia.
Ia menegaskan fokus utama pemerintah saat ini adalah membenahi tata kelola haji, khususnya dalam aspek transparansi pengadaan. Oleh karena itu, keterlibatan Kejaksaan Agung sangat dibutuhkan untuk mengawal proses reformasi tersebut.
"Kami ingin memastikan BPIH turun, sesuai arahan Presiden. Dan di situlah kami memohon peran aktif Kejaksaan Agung," kata dia.