Kemenkes keluarkan SE kewaspadaan leprospirosis pascabencana

Ilustrasi: Warga menunggu bantuan evakuasi saat banjir di Penauan, Kelurahan Kubangsari, Kota Cilegon, Banten, Selasa (16/12/2025) ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wpa
Ilustrasi: Warga menunggu bantuan evakuasi saat banjir di Penauan, Kelurahan Kubangsari, Kota Cilegon, Banten, Selasa (16/12/2025) ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wpa
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan Surat Edaran (SE) guna menyiagakan penanggulangan serta mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai leptospirosis yang kerap muncul sebagai penyakit pasca-bencana banjir dan tanah longsor.
Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes Murti Utami di Jakarta, Kamis, mengatakan leptospirosis perlu mendapat perhatian serius, terutama di wilayah terdampak banjir. Penyakit ini sering luput terdeteksi karena gejala awalnya menyerupai demam biasa, namun dapat berujung fatal jika terlambat ditangani.
“Leptospirosis sering tidak disadari karena gejalanya ringan di awal. Padahal bila terlambat ditangani, penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi berat hingga kematian,” ujar Murti Utami.
Peringatan tersebut dituangkan dalam SE Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes Nomor PV.03.03/C/5559/2025 tentang Kewaspadaan Potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis.
Adapun leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri Leptospira dan ditularkan melalui urine hewan terinfeksi, terutama tikus.
Dia menyebutkan penularan dapat terjadi melalui air, lumpur, tanah, atau makanan yang terkontaminasi, kondisi yang umum ditemukan di lingkungan pasca-bencana.
Dia mengatakan sanitasi yang buruk, genangan air, serta meningkatnya populasi tikus pasca-banjir menjadi faktor utama meningkatnya risiko penularan. Aktivitas masyarakat tanpa alat pelindung diri saat membersihkan rumah atau beraktivitas di area tergenang juga memperbesar peluang infeksi.
Murti Utami mengimbau masyarakat agar tidak mengabaikan gejala awal penyakit ini.
“Jika mengalami demam, nyeri otot, sakit kepala, atau mata merah setelah terpapar air banjir atau lumpur, segera periksa ke fasilitas kesehatan. Jangan menunggu sampai kondisi memburuk,” katanya.
Untuk mencegah keterlambatan diagnosis, Kemenkes meminta fasilitas pelayanan kesehatan meningkatkan kewaspadaan dengan menjadikan leptospirosis sebagai diagnosis banding pada kasus demam akut dengan riwayat paparan risiko dalam dua minggu terakhir.
Selain itu penguatan surveilans penyakit juga menjadi perhatian utama. Dinas Kesehatan daerah diminta memantau tren kasus, melakukan pelaporan cepat melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), serta melakukan penyelidikan epidemiologi jika ditemukan peningkatan kasus.
Upaya pencegahan di tingkat masyarakat turut ditekankan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
“Leptospirosis sebenarnya bisa dicegah jika kita waspada sejak awal, baik dari sisi lingkungan, perilaku masyarakat, maupun kesiapsiagaan layanan kesehatan,” ujarnya.




