Kemenkum tetapkan huhate Malut sebagai kekayaan intelektual

Nelayan di Maluku Utara menangkap ikan menggunakan huhate. ANTARA/HO- Humas Kemenkum.
Nelayan di Maluku Utara menangkap ikan menggunakan huhate. ANTARA/HO- Humas Kemenkum.
Elshinta.com - Kementerian Hukum (Kemenkum) mencatat alat tangkap ikan tradisional huhate yang berasal dari Maluku Utara resmi masuk sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).
"Huhate masuk kategori pengetahuan tradisional oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum," kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum Malut Budi Argap Situngkir di Ternate, Sabtu.
Alat tangkap ikan huhate berbahan dasar bambu dan tali ramah lingkungan karena tidak merusak ekosistem laut.
Teknik penggunaannya dilakukan dengan memanfaatkan ikan-ikan kecil hidup sebagai umpan, yang kemudian ditebar di sekitar kapal untuk memancing ikan-ikan besar berkumpul.
"Dengan cara ini, nelayan dapat memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah banyak tanpa merusak terumbu karang maupun habitat ikan," kata dia.
Ia mengatakan, pencatatan huhate sebagai pengetahuan tradisional merupakan langkah penting untuk memberikan perlindungan hukum terhadap warisan budaya lokal.
“Huhate sebagai pengetahuan tradisional telah tercatat dan dilindungi. Tujuannya untuk mencegah eksploitasi oleh pihak luar, menjaga identitas budaya, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sebagai pemiliknya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pengetahuan tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang memiliki unsur karakteristik warisan budaya.
Pengetahuan ini lahir, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas tertentu sehingga menjadi identitas khas suatu daerah.
Ia mengajak seluruh elemen di Maluku Utara untuk bersinergi dalam menjaga dan mendaftarkan berbagai kekayaan intelektual komunal yang ada.
Menurutnya, banyak potensi di Malut yang bisa dicatatkan, mulai dari pengetahuan tradisional, ekspresi budaya, indikasi geografis, hingga indikasi asal.
“Pemerintah daerah, masyarakat, kampus, dan seluruh pihak harus bersama-sama melindungi kekayaan budaya kita. Pencatatan ini penting agar tidak diklaim oleh daerah lain dan bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal,” tambahnya.
Huhate tidak hanya sebagai alat penangkap ikan, tetapi juga sebagai simbol kearifan lokal masyarakat Maluku Utara dalam menjaga keseimbangan alam laut.
Penggunaannya yang ramah lingkungan sejalan dengan upaya menjaga kelestarian sumber daya perikanan.
Dengan adanya pencatatan ini, huhate diharapkan semakin dikenal luas, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga internasional.
Selain itu, keberadaannya bisa menjadi peluang bagi peningkatan kesejahteraan nelayan dan pedagang ikan, sekaligus memperkuat identitas budaya Maluku Utara sebagai daerah maritim yang kaya akan tradisi.