KPK sebut Country Manager Verifone Indonesia sudah dipanggil lima kali

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/9/2025). ANTARA/Rio Feisal
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/9/2025). ANTARA/Rio Feisal
Elshinta.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan memanggil Country Manager PT Verifone Indonesia Irni Palar hingga lima kali untuk menjadi saksi kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di bank pemerintah pada 2020–2024.
“Karena yang bersangkutan kan termasuk sebagai penyedia dalam pengadaan mesin EDC di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) ya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/9).
Oleh sebab itu, kata dia, Irni Palar sebagai penyedia mesin EDC dipanggil lima kali oleh KPK untuk didalami mengenai mekanisme pengadaan maupun dugaan pengondisian, sehingga perusahaan dia bisa menang dalam tender atau pengadaan mesin EDC tersebut.
“Termasuk juga aliran-aliran uang ya, seperti apa mekanismenya, kepada siapa, berapa, nah itu masuk ke dalam materi penyidikan yang didalami terhadap saksi-saksi dari pihak swasta atau dari pihak penyedia barang dan jasa,” katanya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Irni Palar telah dipanggil KPK lima kali untuk menjadi saksi kasus tersebut, yakni pada 17 Juli 2025, 7 Agustus 2025, 12 Agustus 2025, 22 Agustus 2025, dan 2 September 2025.
Sebelumnya, KPK pada 26 Juni 2025, mengumumkan memulai penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin EDC.
Pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun dan mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri.
Mereka yang dicekal itu berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, EL, NI, RSK, dan SRD.
Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari total nilai proyek pengadaan yang Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025.
KPK pada 9 Juli 2025, menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus tersebut, yakni mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH) dan mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU).
Selain itu, Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL) selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.
Pada tanggal tersebut, KPK mengungkapkan Rudy Suprayudi menerima sejumlah uang dari Irni Palar selama 2020-2024, yakni untuk pengadaan mesin EDC Android BRILink atau skema beli putus, dan mesin EDC Full Managed Service atau skema sewa, yakni dengan total penerimaan sebesar Rp19,72 miliar.