KPK ungkap alasan lambatnya penetapan tersangka hibah Jatim

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan proses penetapan dan penahanan tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat di Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran 2019–2022 membutuhkan waktu lama.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa penerima dana hibah tersebut tersebar di hampir seluruh wilayah Jawa Timur sehingga pemeriksaannya membutuhkan waktu lama.
"Jadi, kami harus benar-benar satu-satu melakukan pengecekan terhadap penerima-penerima dana pokok pikiran ini," katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (2/10) malam.
Dalam perkara dugaan korupsi tersebut, KPK pada 20 Juni 2025 menyatakan bahwa pengucuran dana hibah mencakup setidaknya delapan kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Timur.
Asep mengatakan bahwa KPK juga harus mengecek berapa banyak dana hibah yang disalurkan kepada masyarakat dan berapa banyak dana hibah yang dikutip oleh para tersangka.
"Misalkan digunakan untuk pembangunan jalan, yang digunakan untuk pembangunan jalan itu berapa juta dari nilai yang sebenarnya?" katanya.
KPK mengumumkan penetapan 21 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah di Jawa Timur (Jatim) pada Kamis (2/10) malam.
Penyelidikan perkara tersebut dilakukan menyusul penangkapan Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Sahat Tua Simanjuntak tangan pada Desember 2022.
Dalam kasus dugaan korupsi dana hibah di Jatim, Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Kusnadi, Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Anwar Sadad, Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Achmad Iskandar, dan staf Anwar Sadad, Bagus Wahyudiono, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Di samping itu KPK menetapkan 17 orang sebagai tersangka pemberi suap, antara lain anggota DPRD Jatim 2019-2024 Mahfud, Wakil Ketua DPRD Sampang 2019-2024 Fauzan Adima, Wakil Ketua DPRD Probolinggo 2019-2024 Jon Junaidi, serta tiga Ahmad Heriyadi, Ahmad Affandy, dan Abdul Motollib dari pihak swasta di Sampang.
Moch. Mahrus dari pihak swasta di Probolinggo yang menjadi anggota DPRD Jatim 2024-2029, A. Royan dan Wawan Kristiawan dari pihak swasta di Tulungagung, mantan kepala desa dari Tulungagung Sukar, serta Ra Wahid Ruslan dan Mashudi dari pihak swasta di Bangkalan juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Tersangka pemberi suap lainnya meliputi M. Fathullah dan Achmad Yahya dari pihak swasta di Pasuruan, Ahmad Jailani dari pihak swasta di Sumenep, Jodi Pradana Putra dari pihak swasta di Blitar, serta Hasanuddin dari pihak swasta di Gresik yang menjadi anggota DPRD Jatim 2024-2029.