Menemukan jejak pesan terakhir korban heli jatuh di Kalimantan

Petugas memasukkan peti berisi jenazah korban kecelakaan Helikopter BK117 D3 ke dalam ambulans untuk dipulangkan ke negara asal melalui Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarbaru saat pelepasan di Rumah Sakit Bhayangkara Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (7/9/2025). ANTARA/Tumpal Andani Aritonang
Petugas memasukkan peti berisi jenazah korban kecelakaan Helikopter BK117 D3 ke dalam ambulans untuk dipulangkan ke negara asal melalui Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarbaru saat pelepasan di Rumah Sakit Bhayangkara Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (7/9/2025). ANTARA/Tumpal Andani Aritonang
Elshinta.com - Belantara hutan Mentewe di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, biasanya menyimpan keheningan yang damai. Namun pada pagi itu, keheningan tersebut pecah oleh dentuman helikopter yang jatuh beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Syamsir Alam, Kotabaru, Senin (1/9).
Helikopter dengan nomor registrasi PK-RGH, tipe BK117-D3 milik Estindo Air, membawa delapan penumpang menuju Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Perjalanan udara yang seharusnya singkat dan gembira berubah menjadi situasi kritis ketika baling-baling helikopter berhenti berputar karena terjerembap di dasar hutan hingga dinyatakan hilang dari pantauan radar navigasi.
Helikopter meninggalkan landasan Bandara Gusti Syamsir Alam, Kotabaru, Kalimantan Selatan, pukul 08.46 Wita. Hanya delapan menit kemudian, pusat navigasi udara AirNav Indonesia di Kotabaru kehilangan jejaknya, dan radar yang memantau rute penerbangan ke Palangka Raya tidak lagi merekam posisi helikopter.
Beberapa jam berlalu, suasana pun berubah menjadi kecemasan yang terus meningkat. Laporan resmi hilangnya kontak radar helikopter diterima Basarnas melalui Kantor SAR Banjarmasin pada hari yang sama pukul 12.02 Wita.
Status operasi SAR pun diaktifkan setelah laporan hilang kontak diterima. Kepala Kantor SAR Banjarmasin mengkoordinasikan rencana taktis lapangan di bawah komando langsung Deputi Operasi Basarnas, yang memaksa seluruh tim SAR bersiaga penuh.
Sejumlah posko operasi segera dibuka sebagai pusat komando pergerakan tim darat dan udara. Suasana di posko yang mengandalkan tenda peleton tampak tegang namun semua tertata rapi.
Posko dipenuhi peralatan radio komunikasi, logistik, peralatan evakuasi dan peta kontur medan prakiraan terakhir keberadaan helikopter, sementara petugas hingga para relawan dari kalangan warga desa setempat dan mahasiswa pencinta alam menunggu instruksi.
Rencana operasi bergerak cepat menelusuri semua data yang diperoleh. Sesuai standar operasional prosedur, tim SAR menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari terhitung dari informasi hilang kontak pada Senin (1/9).
Target operasi terkunci pada perkiraan lokasi jatuhnya helikopter buatan Jepang tersebut, yaitu di sekitar Air Terjun Mandin Damar, Mentewe, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Segenap upaya pencarian dilakukan, baik penelusuran udara menggunakan armada pesawat dan helikopter, maupun tim darat yang menembus rimba. Namun, selama 48 jam pertama, pencarian belum membuahkan hasil.
Memasuki hari ketiga, wilayah operasi diperluas. Tim SAR gabungan dari unsur udara dan darat dibagi menjadi lima kru Search and Rescue Unit (SRU) untuk memperbesar kemungkinan menemukan helikopter. Tim gabungan melakukan penyisiran di kawasan hutan Mentewe dengan luas area sekitar 100 Nautical Miles (NM) persegi. Mereka terbagi atas dua SRU udara dan tiga SRU darat.
SRU udara 1, menggunakan Helikopter AW-119 MK II KOALA/PK-USM dengan rute Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Airport, Balikpapan, melakukan pencarian dengan luas area 10 NM persegi menggunakan metode paralel pada koordinat 3° 6'33.02"S – 115°38'45.14"E, 3° 4'30.27"S – 115°34'26.81"E, 3° 2'55.94"S – 115°35'10.28"E, dan 3° 4'54.51"S – 115°39'28.85"E.
Pencarian dilakukan pada ketinggian 3.000 kaki, atau 500 kaki dari perbukitan.
SRU udara 2, menggunakan Helikopter EC135 T3H/PK-AMM dengan rute sama, melakukan pencarian dengan metode sektoral pada koordinat 3° 8'59.54"S – 115°36'24.28"E dan 3° 1'36.12"S – 115°39'42.45"E.
Sementara itu, tiga SRU darat menyisir lokasi dengan koordinasi terpusat di Posko Desa Gunung Raya, Mentewe. SRU darat melibatkan 80 personel, terdiri atas 70 orang masuk ke hutan, dan 10 orang bersiaga di posko untuk mendukung bantuan logistik.
Jalan setapak curam dan licin, hujan lebat, serta arus sungai yang deras menjadi tantangan utama. Meski kondisi ekstrem, seluruh anggota tim bergerak disiplin. Mereka, memanjat lereng, menyeberangi sungai, dan menelusuri pepohonan rapat yang nyaris belum pernah dijamah manusia.
Setiap langkah petugas gabungan, termasuk tim pewarta ANTARA yang mengikuti langsung rangkaian proses operasi SAR ini, selalu diiringi doa, agar para penumpang beserta awak helikopter masih bisa diselamatkan.
Evakuasi yang penuh tantangan
Optimisme muncul pada titik krusial, ketika sinyal ponsel korban menembus hutan belantara. Berdasarkan pendeteksian Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), salah satu dari delapan korban sempat mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada keluarganya yang berbunyi “Saya dalam keadaan kritis.”
Pesan itu terbukti sangat berharga. Tanpa informasi ini, operasi SAR hampir terhenti di tengah kebingungan untuk menemukan lokasi yang sebelumnya sulit dijangkau.
Pesan tersebut sekaligus mengirimkan sinyal berupa koordinat lokasi: 03° 5’6” S – 115° 37’39.07” E, di hutan sekitar Desa Emil Baru, sekitar 71 kilometer dari ibu kota kabupaten di Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Laporan warga juga menguatkan arah pencarian. Mereka yang sedang berladang di sekitar lokasi sempat melihat helikopter melintas rendah, mengeluarkan asap, terdengar ledakan, lalu hilang di lembah yang diapit dua bukit yang mengarah tenggara kawasan pegunungan Meratus itu.
Bangkai helikopter berwarna hijau biru seberat 3,8 ton ditemukan pada Rabu siang pukul 14.45 Wita, berjarak sekitar 700 meter dari koordinat yang diberikan KNKT. Tim SAR mereka melihat puing-puing badan helikopter yang hangus menjadi monumen duka di tengah belantara.
Setibanya di lokasi, tim SAR berperalatan lengkap, melibas lereng curam dan menembus arus sungai deras langsung bergegas mencari para penumpang.
Profesionalisme, solidaritas, dan mental penyelematan tim diuji. Mereka menemukan dari delapan korban, beberapa jasad masih utuh, sementara sebagian lain hangus atau terpotong akibat ledakan dan kobaran api.
Lebih dari 60 personel gabungan SRU darat tetap bergerak sigap meski dihadapkan dengan hujan yang menambah risiko. Proses evakuasi jasad korban berlangsung lebih dari 30 jam meski jarak yang mereka tempuh ke posko hanya enam jam perjalanan infanteri.
Kedelapan korban yang tercatat dalam manifes penerbangan adalah Kapten Haryanto Tahir (Makassar, Sulawesi Selatan) dan teknisi mesin helikopter Hendra Darmawan (Luwu, Sulawesi Selatan).
Sementara enam penumpang adalah Mark Werren (Australia), Santha Kumar Prabhakaran (India), Claudine Pereira Quito (Brasil), Iboy Irfan Rosa (Kuantan Singingi, Riau), Yudi Febrian Rahman (Pekanbaru, Riau) dan Andys Rissa Pasulu (Balikpapan, Kalimantan Timur). Mereka belakangan diketahui merupakan rekan satu tim yang sedang melaksanakan tugas perusahaan sektor kehutanan.
Hal tersebut diketahui setelah nama Mark Werren masuk sebagai salah satu korban insiden ini. Pria ini dikenal sebagai ahli kehutanan dan salah satu pengembang hutan tanaman industri pulpwood, termasuk di Indonesia, selama tiga dekade terakhir.
Warren sebagai sosok yang terbiasa merancang masa depan industri hutan berkelanjutan itu kini terhenti langkahnya di tengah rimba Tanah Bumbu. Kepergiannya ini meninggalkan duka bagi kalangan ahli kehutanan industri global, Asia Pasific Resources International Limited (APRIL) Grup.
Identifikasi
Setelah menyelesaikan proses identifikasi yang dilakukan secara tertutup di Rumah Sakit Bhayangkara Banjarmasin, tim Identifikasi Korban Bencana (DVI) Polda Kalimantan Selatan melepas kepulangan Warren dan dua jenazah warga negara asing (WNA) korban kecelakaan helikopter ini kepada keluarga, Minggu (7/9).
Tiga WNA itu dinilai lebih mudah diidentifikasi karena kondisi jasad masih relatif utuh dan memiliki catatan medis lengkap. Sementara lima WNI memerlukan tes DNA karena tingkat kerusakan jasad cukup parah, sehingga tidak bisa menggunakan metode catatan medis, seperti gigi atau properti yang melekat pada tubuh.
Kepala Bidang Dokkes Polda Kalimantan Selatan, Komisaris Besar Polisi dr Muhammad El Yandiko menjelaskan bahwa kondisi beberapa jasad WNI hancur dengan tingkat kerusakan berat akibat kebakaran, sehingga membutuhkan tes DNA untuk identifikasi yang akurat.
Tim DVI telah mengambil sampel pada jasad itu untuk diperiksa di laboratorium di Jakarta dan memastikan identitasnya. Proses pemeriksaan ini membutuhkan waktu sekitar dua minggu karena kondisi jenazah rusak berat akibat terbakar.
Tragedi helikopter jatuh di hutan kalimantan ini memang meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan rekan-rekan korban. Namun, perjuangan tanpa lelah tim gabungan demi menemukan para korban dalam kondisi kritis, menegaskan kekuatan empati dan solidaritas dapat muncul dari tempat paling tak terduga, bahkan di tengah hutan terpencil sekalipun.
Hingga akhirnya Basarnas menutup operasi setelah seluruh proses menunjukkan dedikasi luar biasa. Kabar baik juga didapatkan karena kotak hitam atau black box helikopter BK117 D3 masih ditemukan utuh dan berfungsi normal, sehingga tim KNKT dapat menggunakannya untuk menyelidiki penyebab kecelakaan dan berbagai kemungkinan lainnya.
Informasi hasil penyelidikan ini agaknya menjadi penting demi memberi kepastian bagi keluarga, dan sekaligus menjadi bahan evaluasi penerbangan sehingga peristiwa serupa tidak kembali berulang di kemudian hari.