Menkes minta daerah tertibkan pengadaan obat RSUD

Kunjungan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ke RSUD M Yunus, Bengkulu di Bengkulu, Rabu (17/12/2025). ANTARA/Boyke Ledy Watra
Kunjungan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ke RSUD M Yunus, Bengkulu di Bengkulu, Rabu (17/12/2025). ANTARA/Boyke Ledy Watra
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta daerah membereskan tindakan-tindakan permainan pengadaan atau pembelian obat-obatan rumah sakit umum daerah (RSUD) di provinsi, kabupaten dan kota di Bengkulu jika ingin keuangan rumah sakit menjadi sehat.
"Saya cerita (permasalahan yang pernah dihadapi) rumah sakit Kemenkes. Bagaimana bisa RSCM, Hasan Sadikin dan Sardjito beli parasetamol harganya bisa dua kali lipat, albumin banyak itu harganya dua kali lipat," kata dia di Bengkulu, Rabu.
Dia menjelaskan pembelian obat-obatan dan farmasi lainnya yang jauh lebih tinggi dari harga sesungguhnya menjadi salah satu beban bagi keuangan dan menggerus pendapatan rumah sakit.
"Jadi sekarang saya audit itu semuanya pembelanjaannya, Bapak (Wakil Gubernur Bengkulu) kalau mau itu 10 rumah sakit Bapak (sehat), awasi, nanti BPKP bantuin awasi. Belanja obat yang sama dari vendor yang sama bisa dua kali lipat harganya tergantung berapa besar kickback yang mereka berikan, itu dibereskan dulu," kata dia.
Oleh karena itu, menurut dia, pembelian obat harus benar-benar diawasi agar sesuai harga yang seharusnya, sehingga keuangan rumah sakit bisa lebih sehat.
"(Contoh lainnya) beli alat saja bisa beda-beda DAK-nya, beli seperti Cath lab pertama kali Rp18 miliar saya tanya ke swasta ternyata harganya Rp12 miliar. Saya bertanya kok bisa beda, oh Bapak beda spek, speknya yang itu ibarat iPhone yang ada casing-nya, yang itu tidak ada casing, bisa bedanya Rp6 miliar," kata Budi Gunadi.
Akhirnya, dia mengatakan bisa mendapatkan alat tersebut dengan harga Rp8 miliar sekaligus dengan garansi selama 10 tahun.
"Rp8 miliar dari 18 miliar, harga di e-katalog itu harga paling koruptif, paling tinggi di mana-mana, jadi Bapak jangan percaya beli sesuai harga e-katalog, itu paling sudah pasti korupsi. Karena harga itu perlu dengan margin-margin yang tidak benar dan Pak Prabowo tidak suka itu," katanya.
Selain soal pembelian obat-obatan, ia juga mengingatkan RSUD memperbaiki tata kelola agar tumbuh semakin sehat.
Selain itu, RSUD harus memastikan pemetaan unit-unit pelayanan, memastikan produktivitas sesuai target kinerja, dan juga berjalan optimal memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekaligus memberikan pendapatan yang jauh lebih sehat.
Dia mengingatkan pemerintah daerah untuk tidak "mengambil uang" rumah sakit untuk kepentingan di luar kebutuhan RS, karena hal tersebut akan membebani produktivitas dan pelayanan rumah sakit.
"Jadi aku titip dan Bapak Bupati, Pak Gubernur, tahu kalau kesehatan masyarakat semakin baik (dengan pelayanan optimal) masyarakat pasti pilih Bapak lagi (di pilkada) kesehatan nilanya tinggi untuk elektabilitas. Terakhir, uangnya mereka jangan diambil Pak, biar uangnya masuk kembali ke sini, dipakai buat di dalamnya, bikin untung rumah sakit, bukannya saya kapitalis," ucapnya.
Tetapi, kata dia, keuntungan tersebut bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit, bahkan juga untuk memberikan subsidi BPJS bagi pasien-pasien yang membutuhkan.
"Pakai buat subsidi BPJS, Bapak kalau untung misalnya Rp17 miliar, Rp5 miliarnya pakai buat subsidi pasien-pasien BPJS yang tidak mampu, tapi kompleks yang tidak masuk hitung-hitungan biaya BPJS, itu subsidi," ujarnya.




