MUI tuntut pertanggungjawaban etika lembaga penyiaran

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi. ANTARA/HO-MU
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi. ANTARA/HO-MU
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan mengecam serta menuntut pertanggungjawaban etika jurnalistik dan lembaga penyiaran, menyusul penayangan konten dalam program "Xpose Uncensored" di Trans 7 yang ditayangkan pada tanggal 13 Oktober 2025.
Tayangan yang memuat narasi dan visualisasi terkait Pondok Pesantren Lirboyo dan lingkungan pesantren secara umum tersebut dinilai telah mencederai martabat kiai, santri, dan institusi pesantren sebagai pilar pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia.
“Konten yang disiarkan, terutama dengan judul dan narasi yang bernuansa provokatif dan cenderung menghakimi, telah melanggar prinsip-prinsip etika jurnalistik, akurasi, dan tanggung jawab sosial lembaga penyiaran,” ujar Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Saadi di Jakarta, Rabu.
Zainut menilai tayangan tersebut tidak hanya tidak akurat dalam menggambarkan realitas kehidupan pesantren yang beragam, tetapi juga menunjukkan keteledoran fatal dalam riset dan verifikasi data, yang berujung pada penyebaran disinformasi dan stigma negatif.
Pesantren, kata dia, adalah lembaga pendidikan yang telah teruji dalam sejarah perjuangan bangsa dan memiliki kontribusi besar dalam membentuk karakter moral dan spiritual umat.
“Kami menghargai permohonan maaf yang telah disampaikan oleh pihak Trans 7, namun kami memandang bahwa permintaan maaf saja tidaklah cukup,” kata dia.
Kendati demikian, ia tetap meminta pihak televisi untuk memberikan pernyataan maaf terbuka secara masif melalui berbagai platform siaran mereka, bukan hanya kepada Pesantren Lirboyo secara spesifik, tetapi juga kepada seluruh keluarga besar pesantren di Indonesia yang merasa dirugikan.
“Mengambil tindakan tegas dan terukur terhadap oknum-oknum yang bertanggung jawab atas produksi dan penayangan konten bermasalah tersebut,” kata dia.
MUI juga mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers untuk segera menginvestigasi menyeluruh dan memberikan sanksi administratif yang tegas sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku terhadap Trans 7.
“Sanksi ini penting sebagai upaya menjaga kualitas dan moralitas siaran publik,” kata dia.
KPI dan Dewan Pers juga diminta untuk mengawasi dan memastikan pembinaan etika jurnalisme dan penyiaran agar peristiwa serupa tidak terulang. Narasi yang berpotensi memecah belah dan merugikan kelompok masyarakat, apalagi lembaga keagamaan, harus dihentikan.
MUI mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya keluarga besar pesantren, santri, alumni, dan simpatisan, untuk tetap menjaga kondusifitas dan ketenangan di tengah gelombang kekecewaan.
“Memberikan kepercayaan penuh kepada lembaga-lembaga pengawas seperti KPI dan Dewan Pers untuk menyelesaikan persoalan ini sesuai koridor hukum dan etika yang berlaku,” kata dia.
MUI juga mendorong seluruh lembaga penyiaran di Indonesia untuk lebih banyak memproduksi dan menayangkan konten yang bersifat edukatif, inspiratif, dan faktual mengenai kehidupan dan kontribusi pesantren.
“Media seyogyanya menjadi mitra dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan, bukan sebaliknya,” kata dia.