Pakar: BBM E10 tingkatkan efisiensi mesin hingga 30 persen

Ilustrasi - Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) ke sebuah mobil di SPBU G Obos, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (14/10/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan Presiden Prabowo Subianto menyetujui rencana pencampuran etanol sebesar 10 persen pada BBM guna mengurangi emisi karbon dan ketergantungan terhadap impor BBM. ANTARA FOTO/Auliya Rahman/sgd
Ilustrasi - Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) ke sebuah mobil di SPBU G Obos, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (14/10/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan Presiden Prabowo Subianto menyetujui rencana pencampuran etanol sebesar 10 persen pada BBM guna mengurangi emisi karbon dan ketergantungan terhadap impor BBM. ANTARA FOTO/Auliya Rahman/sgd
Penggunaan bahan bakar campuran etanol 10 persen atau E10 dinilai membawa dampak positif bagi kendaraan keluaran tahun 2010 ke atas.
Mengutip dari ANTARA pada Rabu, Pakar Otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, mesin modern sudah dirancang agar kompatibel dengan bahan bakar beretanol dan justru bisa bekerja lebih efisien.
“Untuk mesin tahun 2010 ke atas, penambahan etanol memberikan efek positif. Angka oktan yang lebih tinggi bisa mencegah knocking dan meningkatkan efisiensi pembakaran hingga 20–30 persen,” ujar Yannes.
Ia menjelaskan, mesin mobil keluaran 2010 ke atas sudah dirancang untuk memenuhi standar emisi Euro 4 dan Euro 5, umumnya sudah dilengkapi teknologi injeksi modern serta material tahan etanol.
“Desainnya memang disiapkan untuk konsumsi bahan bakar beretanol hingga E10, bahkan lebih. Dengan sistem pembakaran yang kompatibel, performa mesin meningkat dan emisi gas buang berkurang,” tuturnya.
Yannes menambahkan, penggunaan E10 juga bisa menurunkan emisi secara signifikan. Karbon monoksida bisa turun hingga 30 persen, hidrokarbon 10 persen, dan partikel padat sampai 40 persen.
Sementara kendaraan produksi sebelum 2010, lanjut Yannes, bisa jadi tidak kompatibel dengan BBM E10.
“Pada kendaraan berteknologi lama umumnya produksi sebelum 2010, materialnya belum comply etanol dalam persentase lebih dari 5 persen (E5), terutama pada bahan-bahan karet yang dipakai pada saluran BBM-nya, akibatnya, penutup dan pipa karetnya dapat cepat getas dan bisa menyebabkan kebocoran bahan bakar,” Yannes menjelaskan.
Kendaraan lawas umumnya masih banyak yang menggunakan tangki logam tanpa pelapis khusus, ini akan membuatnya semakin rentan korosi karena etanol menyerap air, ditambah dengan ECU yg belum adaptif, sehingga tidak bisa mengatur timing optimal, dan akan menyebabkan pembakaran tidak efisien.
Diketahui, pemerintah masih menyusun peta jalan atau roadmap pengimplementasian E10 atau bahan bakar minyak (BBM) yang mengandung etanol sebesar 10 persen.
Rencana untuk mengembangkan E10 berangkat dari keberhasilan pemerintah mengimplementasikan biodiesel, dari yang semula B10 atau campuran 10 persen minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO) dengan 90 persen solar untuk bahan bakar diesel. Kebijakan biodiesel tersebut sudah berkembang hingga B40. Bahkan untuk 2026, pemerintah menargetkan pengimplementasian B50.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan implementasi E10 masih menunggu persiapan pabrik etanol, baik yang berbahan baku tebu maupun singkong. Langkah tersebut selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto soal pembangunan industri etanol.