Pakar UGM peringatkan potensi ancaman longsor dan banjir bandang
Puncak musim hujan bisa perparah risiko, perkuat kesiapsiagaan Pemerintah Daerah dan masyarakat

Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati. Foto ; Dokumentasi Radio Elshinta
Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati. Foto ; Dokumentasi Radio Elshinta
Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati, memperingatkan bahwa potensi longsor dan banjir bandang masih mengancam berbagai wilayah di Indonesia seiring masuknya puncak musim hujan pada November 2025 hingga Februari 2026.
Peringatan ini disampaikan setelah rangkaian bencana di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh, yang menurutnya menunjukkan betapa rentannya kawasan berlereng curam yang merupakan zona tektonik aktif dengan kondisi geologi yang rapuh, dan telah berkembang menjadi daerah dengan alih fungsi lahan, seperti yang ada di banyak daerah lainnya di Sumatra, Jawa, Bali, NTT, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.
Dwikorita menjelaskan bahwa aliran debris—campuran lumpur, batu, material kayu, dan sedimen dari hulu—dapat bergerak dengan kecepatan tinggi ketika curah hujan ekstrem melanda kawasan pegunungan berlereng curam. Material ini, kata dia, dapat menghantam pemukiman dan infrastruktur dalam hitungan detik, sehingga masyarakat di bantaran sungai dan wilayah di bawah tebing harus mendapat prioritas informasi Peringatan Dini, dan kapasitas mereka perlu diperkuat untuk mampu meresponse Peringatan Dini yang diberikan dengan cepat dan tepat.
Menurut Dwikorita, data empiris BMKG menunjukkan kecenderungan pembentukan bibit siklon dan siklon tropis meningkat pada bulan Desember hingga Maret atau April tahun berikutnya, terutama di belahan selatan Bumi. Kondisi ini menempatkan wilayah selatan khatulistiwa—termasuk Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian selatan dan tenggara, Maluku, hingga Papua bagian selatan seharusnya berada dalam kondisi SIAGA terhadap cuaca ekstrem yang dapat memicu longsor, banjir bandang, dan banjir di daerah hilir, sebagaimana yang telah terjadi di Wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh baru-baru ini.
Untuk mengantisipasi risiko tersebut dengan memperkuat kesiapsiagaan Pemerintah Daerah dan Masyarakat, Dwikorita menekankan perlunya langkah cepat di daerah rawan, mulai dari identifikasi atau cek ulang zona merah rawan bencana dan lakukan pembatasan aktivitas manusia di zona merah pada periode peringatan dini BMKG, hingga penyiapan lokasi, jalur dan peta evakuasi yang aman, terutama bagi kelompok rentan seperti difabel, lansia, wanita hamil dan anak-anak.
Pemerintah daerah, tambah dia, juga harus memastikan kesiapan rencana kontinjensi (rencana kedaruratan), antara lain meliputi penyediaan logistik untuk 3–6 hari ke depan, dan fasilitas Pertolongan Pertama untuk Kesehatan dan Keselamatan Masyarakat, pengamanan dokumen penting warga, penguatan sarana dan jaringan komunikasi, serta ketersediaan peralatan evakuasi dan alat berat untuk penanganan darurat di lapangan dalam jumlah yang cukup memadai.
Koordinasi lintas instansi, termasuk dengan BMKG dan BNPB terkait operasi modifikasi cuaca, disebut penting untuk mempercepat respons dan sekaligus untuk mengurangi risiko bencana.
Dwikorita juga menegaskan bahwa rangkaian bencana di Sumbar, Sumut, dan Aceh merupakan peringatan keras dari alam bahwa mitigasi tidak boleh lagi diperlakukan sebagai upaya jangka pendek, atau bahkan diabaikan.
“Mitigasi bencana harus berbasis pada pemulihan dan perlindungan lingkungan untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik dan berkelanjutan. Tidak ada gunanya merancang mitigasi apa pun jika lingkungan dan keselamatan jiwa tetap diabaikan,” ujarnya melalui keterangan tertulis Minggu (6/12/2025)
Dwikorita menutup pernyataannya dengan menyerukan agar seluruh pihak segera bertindak secara sinergis dan gotong royong, sebelum curah hujan ekstrem dan kondisi atmosfer yang labil memperburuk risiko di wilayah-wilayah rawan dan rentan bahaya hidrometeorologi.
Vivi Trisnavia




