Pedagang keluhkan biaya sewa dan pola bayar kios di Pasar Pramuka

Pedagang obat dan alat kesehatan menggelar protes saat Perumda Pasar Jaya melakukan penutupan sementara kios di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (13/11/2025). (ANTARA/Siti Nurhaliza).
Pedagang obat dan alat kesehatan menggelar protes saat Perumda Pasar Jaya melakukan penutupan sementara kios di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (13/11/2025). (ANTARA/Siti Nurhaliza).
Sejumlah pedagang obat dan alat kesehatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, mengeluhkan kebijakan terkait harga dan skema pembayaran sewa kios yang dinilai terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka.
"Kami tidak menolak bayar, tapi minta harga dan skema yang masuk akal. Bisa saja dibayar per lima tahun, atau dicicil selama lima sampai sepuluh tahun. Itu baru win-win solution (negosiasi solusi bersama)," kata salah satu pedagang bernama Shofan Hakim di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Kamis.
Dia mengatakan dalam Surat Keputusan (SK) terbaru yang diterbitkan oleh pengelola pasar, harga sewa kios mencapai Rp425 juta untuk lantai bawah dan Rp370 juta untuk lantai satu dengan masa sewa selama 20 tahun. Biaya tersebut harus dicicil selama 18 bulan.
"Kalau dihitung per bulan, kami harus membayar sekitar Rp25 juta per bulan. Itu angka yang sangat berat bagi pedagang kecil seperti kami," ujar Shofan.
Menurut dia, penghasilan pedagang di Pasar Pramuka saat ini rata-rata hanya sekitar Rp75 juta per tahun, atau sekitar Rp6 juta per bulan.
Dengan beban cicilan Rp25 juta per bulan, sambung dia, pedagang sulit untuk menutupi biaya operasional, seperti gaji karyawan, kebersihan, dan kebutuhan usaha lainnya.
"Di tengah gempuran perdagangan elektronik (e-commerce) dan menurunnya jumlah pembeli di pasar, angka segitu tidak masuk akal. Kami mau jualan apa sampai bisa menutup Rp25 juta sebulan?" ucap Shofan.
Dia menyebutkan harga sewa yang dianggap wajar bagi pedagang adalah sekitar Rp2,5 juta per bulan, menyesuaikan dengan kondisi pasar dan daya beli masyarakat saat ini.
Oleh karena itu, dia pun berharap pihak pengelola dapat mempertimbangkan kembali penetapan harga sewa dengan memperhatikan realitas ekonomi di lapangan.
Selain harga yang melonjak, pedagang juga menyoroti skema pembayaran yang dinilai memberatkan.
Dalam peraturan daerah, kata Shofan, sebenarnya terdapat fleksibilitas pembayaran sewa hingga 20 tahun, namun bukan berarti harus dibayar di muka untuk seluruh periode tersebut.
"Di Perda Nomor 7 Tahun 2018, masa sewa memang maksimal 20 tahun, tapi bisa dibuat per lima tahun. Artinya, pembayaran bisa disesuaikan dengan kemampuan pedagang dan kondisi ekonomi," jelas Shofan.
Dia menambahkan ketidakjelasan skema pembayaran juga menimbulkan keresahan di kalangan pedagang.
Banyak di antara mereka yang belum memahami bagaimana mekanisme cicilan, batas waktu, dan konsekuensi jika tidak mampu membayar tepat waktu.
"Yang kami minta cuma kejelasan dan keadilan. Jangan sampai surat keputusan direksi hanya mencantumkan angka besar tanpa menjelaskan bagaimana cara bayarnya," tegas Shofan.
Apalagi, sambung dia, kebijakan itu dinilai sangat berisiko bagi ribuan pedagang di Pasar Pramuka. Menurut data pedagang, terdapat sekitar 4.000 orang yang menggantungkan hidup dari aktivitas jual beli di pasar tersebut.
Jika harga sewa dan skema pembayaran tidak diubah, kata Shofan, mereka khawatir banyak pedagang akan gulung tikar.
"Kalau tetap dipaksakan, akan muncul kemiskinan baru di sini. Banyak keluarga bergantung dari kios ini," tutur Shofan.
Sementara itu, pedagang obat lainnya bernama Buyung (30) mengaku kecewa karena baru mengetahui soal penutupan tersebut hari ini.
Padahal, sehari sebelumnya pihak pengelola menyebut masih memperbolehkan kios beroperasi.
"Katanya mau revitalisasi. Kalau biayanya sekitar Rp200 juta mungkin masih bisa diusahakan, tapi mintanya sekitar Rp400 juta. Baru hari ini tahu ada penutupan. Kemarin dibilang boleh buka sama orang PD (Pasar Jaya), makanya ini kami solidaritas," jelas Buyung.
Dia menambahkan sebagian pedagang juga sudah membayar kewajiban mereka, namun tetap terdampak oleh kebijakan tersebut
"Ini saya sudah bayar. Yang sudah bayar bisa dihitung, makanya mereka turun (protes), mungkin kebanyakan yang belum bayar. Kalau segelan tidak ada, adanya penutupan sekarang ini," ucap Buyung.
Pada Kamis, Perumda Pasar Jaya melakukan penutupan sementara kios farmasi di Pasar Pramuka, Jakarta Timur.
Kebijakan tersebut memicu reaksi keras dari para pedagang yang merasa tidak dilibatkan dalam proses penetapan harga dan belum menerima SK terbaru dari Direksi Pasar Jaya.
Mereka meminta agar kebijakan penutupan ditunda sampai ada kejelasan hukum dan kesepakatan bersama antara pengelola dan pedagang.
"Tutup aja, tutup semua! Masa kita tidak boleh dagang," teriak seorang pedagang perempuan di tengah kerumunan.
"Kalau ditutup, cicilan kita bagaimana? Rumah, listrik, orang tua, beli susu anak. Semangat satu suara," teriak pedagang lainnya.
Sebelumnya, Perumda Pasar Jaya membantah informasi kenaikan harga sewa kios pascarevitalisasi Pasar Pramuka hingga empat kali lipat dari harga sewa saat ini (eksisting).
"Hasil kajian menunjukkan bahwa tarif yang diberlakukan masih berada di bawah rekomendasi nilai pasar," kata Direktur Utama Perumda Pasar Jaya Agus Himawan saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (11/10).
Dia mengatakan penetapan tarif sewa kios tidak dilakukan secara sepihak, melainkan melalui kajian komprehensif yang melibatkan tim teknis, keuangan, dan hasil valuasi independen dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Selain itu, tarif Hak Pemakaian Tempat Usaha selama 20 tahun yang sempat diberitakan sebesar Rp425 juta itu tidaklah benar. Tarif yang berlaku saat ini, yaitu Rp403 juta untuk lantai dasar dan Rp351 juta untuk lantai satu.




