Top
Begin typing your search above and press return to search.

Wamenkum: RUU Penyesuaian Pidana soal narkotika sebagai pintu darurat

Wamenkum: RUU Penyesuaian Pidana soal narkotika sebagai pintu darurat
X

Tangkapan Layar - Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pada rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI bersama Granat, dan JRKN di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (2/12/2025). ANTARA/Muhammad Rizki

Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana sebagai pintu darurat mengisi kekosongan hukum tindak pidana narkotika pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru yang akan berlaku tahun 2026.

"Ketentuan pidana dalam Undang-Undang Narkotika yang kita masukkan dalam penyelesaian pidana ini adalah pintu darurat untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum," kata Eddy Hiariej pada rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI bersama Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat) dan Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

Eddy juga menjelaskan bukan hanya RUU Penyesuaian Pidana yang menjadi pelengkap ketentuan pidana KUHP karena ada dua undang-undang yang mengisi absennya ketentuan hukum di KUHP, yaitu Omnibus Law Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Kalau bapak ibu perhatikan kedua undang-undang itu di dalam ketentuan peralihannya berbunyi begini, 'ketentuan pidana dalam undang-undang ini hanya berlaku sampai dengan diberlakukan KUHP baru'. Jadi, itu tujuannya sama, untuk mencegah kekosongan hukum," jelas Eddy.

Kendati demikian, Wamenkum menjelaskan bahwa ketentuan pidana tentang narkotika tersebut akan diatur lebih lanjut dan disempurnakan dalam undang-undang terpisah.

"Tetapi, bagaimana kebijakan kriminal yang baik untuk narkotika, kita akan menyempurnakan di dalam undang-undang," ujarnya.

Ketentuan memisahkan Undang-Undang Narkotika sebagai tindak pidana khusus, kata Eddy, karena kebijakan narkotika tersebut berupa pidana administrasi yang mengatur tentang menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan kesehatan dan pengetahuan.

Eddy juga menjelaskan bahwa Undang-Undang Narkotika masuk sebagai tindak pidana khusus karena sifatnya yang unik.

"Tetapi, mengapa kemudian kita masukkan ini dalam bab tindak pidana khusus? Ini keunikannya narkotika. Narkotika adalah hukum pidana administrasi, tetapi dia memenuhi tujuh kriteria sebagai extraordinary crime," ucapnya.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP tidak memasukkan 10 pasal terkait narkotika, yakni Pasal 111, 114, 115, 116, dan Pasal 119, Pasal 120, 121, Pasal 124, Pasal 125, dan 126 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Tidak masuknya 10 pasal ini, imbuh Eddy, membuat ketentuan mengenai narkotika dalam KUHP baru harus dikoreksi dalam kebijakan kriminal.

"Harapan kami membentuk undang-undang waktu itu bahwa Undang-Undang Narkotika yang baru ini akan selesai sebelum berlakunya Undang-Undang KUHP sehingga tidak ada kekosongan hukum. Namun, kenyataannya berbeda. Oleh karena itu, kami mengambil jalan pintas. Jalan pintasnya adalah satu, mengembalikan pasal-pasal yang sudah dicabut dalam Undang-Undang KUHP itu, dan dimasukkan kembali ke dalam Undang-Undang Penyelesaian Pidana," ujarnya.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire