Top
Begin typing your search above and press return to search.

Denny JA: Sentralnya peran generasi rentan di balik aksi protes

Penulis dan pemikir publik Denny JA memperkenalkan istilah baru dalam analisis sosial-politik Indonesia: Generasi Rentan.

Denny JA: Sentralnya peran generasi rentan di balik aksi protes
X

Sumber Foto: Radio Elshinta/ Rizky RIan Saputra

Penulis dan pemikir publik Denny JA memperkenalkan istilah baru dalam analisis sosial-politik Indonesia: Generasi Rentan. Istilah ini muncul dari hasil pengamatannya terhadap dinamika sosial yang melatarbelakangi aksi protes besar pada Agustus–September 2025, di 107 titik di 32 provinsi.

Menurut Denny JA, Generasi Rentan adalah wajah baru kelas pekerja Indonesia di era ekonomi digital. Mereka bekerja dalam sistem fleksibel yang dikendalikan algoritma, tanpa perlindungan sosial yang memadai. Di satu sisi, kelompok ini penuh harapan dengan peluang baru, namun di sisi lain hidup dalam kecemasan dan kerentanan.

“Generasi Rentan ini berbeda dengan proletariat klasik di era industri. Mereka tidak memiliki identitas kelas yang kokoh, tetapi justru itulah yang membuat keresahan mereka mudah meledak,” jelas Denny JA.

Siapa Generasi Rentan?

Dalam paparannya, Denny JA menguraikan empat kelompok utama yang termasuk dalam Generasi Rentan:

• Pengemudi ojek daring – lebih dari 4,5 juta orang di Indonesia bergantung pada aplikasi transportasi online. Pendapatan dan bonus mereka bisa berubah sewaktu-waktu.

• Kurir e-commerce – bekerja mengejar target mesin, bukan manusia.

• Freelancer digital – berhadapan dengan kompetisi global dengan bayaran di bawah standar kelayakan.

• Content creator kecil – hidup dalam ketidakpastian jumlah view, like, dan peluang monetisasi.

Kerentanan Ekonomi, Psikologis, dan Politik

Menurut Denny JA, kerentanan Generasi Rentan tidak hanya sebatas ekonomi. Mereka juga menghadapi tekanan psikologis dan kerentanan politik.

“Mereka hidup dalam kecemasan harian: apakah hari ini ada order, apakah besok ada kontrak, apakah bulan depan masih bisa bayar cicilan,” ungkapnya.

Kerentanan ini, kata Denny, membuat Generasi Rentan mudah dimobilisasi secara politik. Solidaritas mereka terlihat jelas ketika ribuan pengemudi ojek daring melakukan aksi bersama menuntut keadilan. Namun, keresahan yang tidak dikelola dapat berubah menjadi kerusuhan massal, sebagaimana terbukti dalam gelombang protes 2025.

Tantangan Negara: Menghadirkan Kebijakan Baru

Data menunjukkan Indonesia memiliki lebih dari 80 juta pekerja informal, sebagian besar kini terdigitalisasi. Hal ini menjadikan isu Generasi Rentan semakin mendesak untuk ditangani.

Menurut Denny JA, negara harus berani merumuskan kebijakan baru yang melindungi kelompok ini. Ia mengajukan tiga langkah utama:

1. Regulasi platform – memastikan adanya standar upah minimum, jam kerja layak, dan asuransi sosial.

2. Literasi digital – pelatihan bagi pekerja agar dapat naik kelas ke pekerjaan bernilai tambah.

3. Jaring pengaman sosial – akses kesehatan, pendidikan, dan pensiun dasar bagi pekerja digital.

“Tanpa langkah ini, cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya akan jadi mimpi kosong,” tegas Denny JA.

Pilar Peradaban Baru atau Sumber Kekacauan?

Lebih jauh, Denny JA menyebut Generasi Rentan sebagai wajah baru kelas pekerja abad ke-21. Mereka bukan hanya angka statistik, melainkan sebuah realitas sosial yang akan menentukan arah bangsa ke depan.

“Generasi Rentan adalah wajah baru kelas pekerja Indonesia abad ke-21. Mereka bisa menjadi sumber kekacauan jika diabaikan, tetapi juga bisa menjadi pilar peradaban baru bila diberi pegangan,” ujarnya.

Ia menutup paparannya dengan sebuah pertanyaan reflektif:

“Pertanyaannya, apakah kita akan membiarkan Generasi Rentan tetap di pinggir jalan sejarah, ataukah kita berani mengubah mereka menjadi energi besar untuk demokrasi dan keadilan sosial?” pungkas Denny JA. (Rizky RIan Saputra)

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire