Top
Begin typing your search above and press return to search.

China protes keras penjualan senjata AS ke Taiwan

China protes keras penjualan senjata AS ke Taiwan
X

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Pemerintah mengecam keras rencana terbaru penjualan senjata Amerika Serikat ke Taiwan senilai lebih dari 11 miliar dolar AS (sekitar Rp183,9 triliun).

"AS secara terang-terangan mengumumkan rencananya untuk menjual senjata canggih dalam jumlah besar ke wilayah Taiwan di China, kami dengan tegas menentang dan mengutuknya dengan keras," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing, Kamis (18/12).

Pada Rabu (17/12), AS mengatakan sudah menyetujui potensi penjualan senjata dan peralatan terkait senilai lebih dari 11 miliar dolar AS di tengah meningkatnya tekanan militer dari China terhadap Taiwan.

Paket AS itu mencakup delapan sistem persenjataan, termasuk Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (High Mobility Artillery Rocket Systems/HIMARS) dan rudal antitank Javelin, menurut Defense Security Cooperation Agency (DSCA), yang telah memberi tahu Kongres mengenai rencana tersebut setelah adanya keputusan Departemen Luar Negeri AS.

Penjualan itu ditujukan untuk meningkatkan kemampuan Taiwan dalam menghadapi ancaman saat ini dan di masa depan dengan memperkuat pertahanan diri pasukannya.

"Langkah ini secara terang-terangan melanggar prinsip satu China dan tiga komunike bersama China-AS, melanggar kedaulatan, keamanan, dan integritas teritorial China, merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, dan mengirimkan sinyal yang sangat salah kepada pasukan separatis 'kemerdekaan Taiwan'," tambah Guo Jiakun.

Pasukan separatis "kemerdekaan Taiwan", disebut Guo Jiakun, berupaya memajukan agenda kemerdekaan mereka dan menolak reunifikasi melalui pembangunan militer, menghamburkan uang pembayar pajak untuk membeli senjata, dan bahkan berisiko mengubah Taiwan menjadi "kotak mesiu".

"Langkah-langkah seperti itu tidak akan membalikkan kegagalan yang tak terhindarkan dari 'kemerdekaan Taiwan' dan hanya akan mendorong Selat Taiwan ke dalam bahaya konflik militer dengan kecepatan yang lebih cepat," ungkap Guo Jiakun.

Guo Jiakun menyebut tindakan AS yang membantu agenda "kemerdekaan" dengan mempersenjatai Taiwan hanya akan menjadi bumerang dan menggunakan Taiwan untuk membendung China tidak akan pernah berhasil.

"Masalah Taiwan berada di inti kepentingan utama China dan merupakan garis merah pertama yang tidak boleh dilanggar dalam hubungan China-AS. Tidak seorang pun boleh meremehkan tekad dan kemampuan kuat pemerintah dan rakyat China dalam menjaga kedaulatan nasional dan integritas wilayah," tambah Guo Jiakun.

Ia pun mendesak AS untuk mematuhi prinsip "Satu China" dan tiga komunike bersama China-AS, bertindak sesuai dengan komitmen serius para pemimpin kedua negara dan segera menghentikan tindakan berbahaya mempersenjatai Taiwan.

"China akan mengambil langkah-langkah tegas dan kuat untuk mempertahankan kedaulatan nasional, keamanan, dan integritas wilayahnya," ungkap Guo Jiakun.

Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan total nilai penjualan senjata yang diusulkan tersebut sekitar 11,1 miliar dolar AS (Rp185,5 triliun). Dalam sebuah pernyataan, kementerian itu menyampaikan “rasa terima kasih yang tulus” atas keputusan Amerika Serikat.

Pengumuman penjualan senjata ini merupakan yang kedua sekaligus terbesar sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai presiden Amerika Serikat pada Januari.

Selain 82 unit HIMARS dan lebih dari 1.000 rudal Javelin, paket tersebut juga mencakup 60 sistem howitzer swagerak beserta peralatan terkait dengan nilai lebih dari 4 miliar dolar AS (Rp66,9 triliun).

Adapun pengumuman AS ini disampaikan ketika Trump berupaya mempertahankan hubungan dengan Presiden China Xi Jinping demi kerja sama ekonomi, serta pada saat ia menghindari pembahasan isu-isu sensitif dalam hubungan AS-China seperti Taiwan.

Selain itu, pengumuman ini muncul di tengah sikap garis keras China terhadap Jepang, menyusul pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi pada November yang menyebut bahwa serangan terhadap Taiwan dapat menjadi ancaman eksistensial bagi negaranya.

Pada 1979, Amerika Serikat mengalihkan pengakuan diplomatiknya dari Taiwan ke Beijing. Namun berdasarkan Undang-Undang Hubungan Taiwan, Washington tetap berkomitmen menjaga hubungan tidak resmi dengan Taipei dan diperbolehkan membantu pulau tersebut mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire