China teruskan protes keras hingga Jepang cabut ucapan soal Taiwan

Foto ANTARA
Foto ANTARA
China menegaskan akan terus melayangkan protes keras hingga Jepang mencabut pernyataan Perdana Menteri Sanae Takaichi tentang Taiwan, yang dinilai melanggar komitmen diplomatik dan memicu ketegangan regional.
“Terkait pernyataan keliru PM Takaichi, China telah dan akan terus mengajukan protes keras serta démarche kepada Jepang, meminta segera dilakukan koreksi dan pencabutan,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Senin.
Takaichi sebelumnya mengatakan bahwa penggunaan kekuatan militer China terhadap Taiwan dapat “mengancam kelangsungan hidup Jepang,” dan ia menolak menarik ucapannya.
Pernyataan itu dinilai dapat membuka jalan bagi Jepang menerapkan hak bela diri kolektif, meski konstitusi menolak perang. Jepang berpotensi mendukung Amerika Serikat jika China memblokade Taiwan atau meningkatkan tekanan militer.
China telah memanggil Duta Besar Jepang Kenji Kanasugi pada 13 November untuk menyampaikan keberatan resmi.
Selain protes diplomatik, China juga mengimbau warganya menghindari perjalanan ke Jepang dan mempertimbangkan ulang rencana studi, dengan alasan meningkatnya kejahatan terhadap warga China dan ujaran ekstrem anti-China di Jepang.
“Peringatan itu sepenuhnya dibenarkan,” kata Mao. Ia menuduh pernyataan PM Takaichi itu “mengikis fondasi politik hubungan kedua negara dan meracuni opini publik.”
China menuntut Jepang mematuhi empat dokumen politik yang sejak 1972 menjadi dasar hubungan bilateral, termasuk pengakuan bahwa Taiwan adalah bagian dari Republik Rakyat China.
Mao menegaskan PM China Li Qiang tidak memiliki rencana bertemu Takaichi dalam KTT G20 yang berlangsung di Johannesburg pada 22–23 November.
“Pertemuan dengan pemimpin Jepang tidak ada dalam agenda,” ujarnya.
Di tengah ketegangan dua negara ini, Direktur Jenderal Biro Asia dan Oseania Jepang Kanai Masaaki terbang ke China pada Senin.
Ia diperkirakan akan menegaskan bahwa PM Takaichi tidak mengubah sikap Jepang sebagaimana tercantum dalam komunike bersama tahun 1972 sehingga Jepang tetap mengakui Republik Rakyat China sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah.




