Top
Begin typing your search above and press return to search.

Pidato Prabowo di PBB dan role model diplomasi dunia

Pidato Prabowo di PBB dan role model diplomasi dunia
X

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9/2025). Presiden Prabowo menyampaikan pidato selama 19 menit bertemakan Seruan Indonesia untuk Harapan dengan menekankan solidaritas, keadilan global, hingga solusi dua negara bagi Palestina dan Israel. ANTARA FOTO/Kuntum Khaira Riswan/app/wpa.

Di tengah dunia yang diliputi krisis kemanusiaan, konflik berkepanjangan, dan ketidakpastian geopolitik, panggung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali menjadi arena penting bagi negara-negara yang ingin menyuarakan perdamaian.

Pada 23 September 2025, di Markas Besar PBB, New York, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, berdiri di podium Sidang Umum ke-80 dengan membawa pesan yang melampaui batas-batas diplomasi formal yaitu mendukung solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan keluar dari konflik panjang Palestina–Israel.

Pidato yang disampaikannya bukan sekadar pernyataan politik, tetapi refleksi mendalam tentang prinsip moral, tanggung jawab internasional, dan pengalaman sejarah bangsa Indonesia.

Presiden Prabowo membuka pidatonya dengan mengingatkan dunia tentang sejarah panjang Indonesia yang pernah hidup berabad-abad di bawah penjajahan.

Ia menekankan bahwa bangsa Indonesia pernah mengalami penindasan yang ekstrem, diperlakukan lebih rendah daripada anjing di tanah airnya sendiri, sebuah pengalaman pahit yang membentuk kesadaran politik dan diplomasi negara ini.

Pengalaman itu menjadikan Indonesia peka terhadap penderitaan bangsa lain yang tertindas, termasuk rakyat Palestina yang hidup di bawah blokade, kekerasan, dan ketidakadilan selama puluhan tahun.

Bagi Presiden Prabowo, solidaritas internasional bukan sekadar jargon, sejarah menunjukkan bahwa dukungan dunia melalui PBB telah membantu Indonesia keluar dari jerat kolonialisme dan kemiskinan ekstrem di era awal kemerdekaan.

Dengan demikian, Indonesia memahami bahwa keberpihakan terhadap kemerdekaan bangsa tertindas harus dibarengi dengan strategi diplomasi yang realistis dan bertanggung jawab.

Pidato Prabowo kemudian beralih pada tragedi kemanusiaan yang tengah berlangsung di Gaza dan Tepi Barat. Konflik berkepanjangan telah menelan ribuan korban jiwa, banyak di antaranya perempuan dan anak-anak.

Infrastruktur vital hancur, kelaparan melanda, dan blokade membatasi akses dasar warga sipil, sehingga mereka menghadapi kesulitan hidup yang parah.

Dengan nada penuh duka, Presiden Prabowo menggambarkan situasi tersebut sebagai “malapetaka kemanusiaan yang tengah berlangsung di depan mata dunia.”

Ia menyerukan agar komunitas internasional mengutuk kekerasan dan mengambil tindakan nyata untuk melindungi warga sipil.

Kerangka penyelesaian

Pernyataan ini selaras dengan laporan PBB yang menyebut lebih dari 50 persen penduduk Gaza hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem, dengan hampir setengahnya adalah anak-anak yang menghadapi krisis gizi dan kesehatan yang serius.

Namun, Prabowo tidak berhenti pada retorika belas kasihan. Ia melangkah lebih jauh dengan menawarkan kerangka penyelesaian yang menuntut tanggung jawab semua pihak.

Dalam pidatonya, ia menegaskan bahwa Indonesia akan mendukung pengakuan Israel dengan satu syarat yaitu Israel terlebih dahulu harus mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.

Pernyataan ini menjadi simbol pendekatan baru diplomasi Indonesia yaitu mencari titik temu dengan tetap berpegang teguh pada prinsip keadilan.

Solusi dua negara, menurut Presiden Prabowo, bukan sekadar ide lama yang terus diulang, melainkan jalan damai yang adil dan realistis.

Pengakuan terhadap negara Palestina adalah langkah moral yang menempatkan Indonesia di sisi yang benar dari sejarah, sementara jaminan keamanan bagi Israel menunjukkan kesadaran akan kompleksitas geopolitik dan kebutuhan untuk menjaga stabilitas kawasan.

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo juga mengapresiasi negara-negara seperti Prancis, Kanada, Australia, Inggris, dan Portugal yang telah menunjukkan dukungan nyata terhadap kemerdekaan Palestina.

Hal ini mencerminkan pentingnya kolaborasi internasional untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan. Lebih dari itu, pidato ini menegaskan peran Indonesia sebagai bangsa yang tidak hanya bersuara, tetapi juga siap bertindak.

Presiden Prabowo menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengirimkan pasukan pengamanan demi menjaga perdamaian, jika diperlukan oleh komunitas internasional.

Komitmen ini memperlihatkan bahwa diplomasi Indonesia tidak berhenti di meja perundingan, melainkan diwujudkan dalam aksi nyata di lapangan.

Sejak dekade 1950-an, Indonesia telah menjadi salah satu kontributor utama pasukan perdamaian PBB, dan kesiapan mengerahkan pasukan kali ini menunjukkan keseriusan politik Indonesia dalam menangani isu yang paling kompleks di Timur Tengah.

Pidato Presiden Prabowo juga menyoroti dampak konflik terhadap masa depan Israel, Palestina, dan kredibilitas PBB itu sendiri.

Ia menegaskan bahwa jika komunitas internasional gagal menghentikan kekerasan terhadap warga sipil, lembaga global ini akan kehilangan legitimasi dan wibawanya.

“Sejarah tidak akan berhenti jika perang tidak dihentikan,” ucapnya, menekankan urgensi tindakan nyata. Pernyataan ini tidak hanya menyoroti aspek kemanusiaan, tetapi juga dimensi strategis dan politik global.

Konflik yang terus berlangsung mengancam stabilitas kawasan, hubungan diplomatik antarnegara, dan kemampuan lembaga internasional untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Pendekatan realistis

Bagian paling menyentuh dari pidato itu adalah penekanan bahwa perdamaian bukan sekadar retorika kosong, melainkan kebutuhan mendesak bagi seluruh “keluarga umat manusia.”

Dengan menyapa dunia melalui salam lintas agama, Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha. Prabowo menyampaikan pesan universal bahwa rekonsiliasi Palestina dan Israel adalah bagian dari perjalanan panjang peradaban menuju perdamaian sejati.

Diplomasi Indonesia menekankan keseimbangan antara prinsip moral dan strategi politik, menjadikan negara ini sebagai contoh bagaimana nilai-nilai pluralisme dan kemanusiaan dapat diselaraskan dengan kepentingan nasional dan global.

Pidato Prabowo menunjukkan bahwa diplomasi Indonesia abad ke-21 memadukan pengalaman historis, prinsip moral, dan strategi realistis.

Konsistensi historis Indonesia menolak kolonialisme dan mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa tertindas tetap menjadi landasan.

Pendekatan realistis terlihat dalam tawaran solusi dua negara yang menekankan keseimbangan antara hak Palestina untuk merdeka dan hak Israel untuk hidup aman.

Ekspansi peran Indonesia dalam konteks global juga tampak jelas, selain menyuarakan dukungan politik, Indonesia siap berkontribusi langsung melalui pasukan perdamaian dan dukungan kemanusiaan.

Pidato ini menegaskan bahwa Indonesia memilih jalan moderasi di tengah polarisasi dan kebencian global. Mimpi dua negara yang hidup berdampingan dalam damai mungkin tampak jauh, tetapi justru karena itulah mimpi ini harus terus diperjuangkan.

Pesan moral yang disampaikan Prabowo mengajak dunia untuk menghentikan perang, menghapus kebencian, dan membangun masa depan yang lebih manusiawi.

Dalam kerangka ini, Indonesia tidak hanya sekadar menjadi suara moral di PBB, tetapi juga aktor yang berkontribusi nyata bagi tercapainya perdamaian dan stabilitas internasional.

Diplomasi Indonesia abad ke-21 menegaskan bahwa pendekatan realistis, pluralisme, dan komitmen moral adalah fondasi utama untuk menghadapi tantangan geopolitik global, sekaligus menunjukkan bahwa negara-negara yang konsisten pada prinsip keadilan dan kemanusiaan dapat menjadi penengah yang kredibel dalam konflik internasional yang kompleks.

Dengan pidato ini, Presiden Prabowo Subianto menempatkan Indonesia di garda depan diplomasi dunia, menawarkan model diplomasi yang tegas dalam prinsip, fleksibel dalam strategi, dan bertanggung jawab secara global.

Pesan yang disampaikan tidak hanya menekankan hak Palestina, jaminan keamanan Israel, atau posisi Indonesia di PBB, tetapi juga mengingatkan komunitas internasional bahwa perdamaian sejati membutuhkan keberanian moral, kesadaran historis, dan aksi nyata.

Dalam konteks abad ke-21, pidato ini menjadi contoh bagaimana diplomasi Indonesia dapat memadukan nilai kemanusiaan, strategi geopolitik realistis, dan komitmen terhadap prinsip-prinsip universal yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, keadilan, dan perdamaian dunia. Sekaligus menjadikan Indonesia sebagai Role Model Diplomasi Dunia.

*) Penulis adalah Direktur Eksekutif Peace Literacy Institute Indonesia dan Ketua Departemen Luar Negeri dan Hubungan Antar Lembaga BKM (Badan Kesejahteraan Masjid.

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire