Kasus kekerasan di SMA Cimarga: KPAI soroti penegakan disiplin sekolah
KPAI soroti kasus dugaan kekerasan di SMA Cimarga, Lebak. Kepala sekolah diduga tampar siswa, KPAI dorong disiplin positif tanpa kekerasan di sekolah.

Istimewa
Istimewa
Kasus dugaan kekerasan terhadap siswa terjadi di SMA Negeri Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten. Kepala sekolah diduga menampar murid yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Aksi tersebut menuai sorotan, dan orang tua korban dikabarkan telah melaporkan kasus ini ke kepolisian. Kepala sekolah juga terancam dinonaktifkan sementara.
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyebut pihaknya belum berkomunikasi langsung dengan kepala sekolah, namun telah berkoordinasi dengan Kemendikbud terkait kejadian tersebut. “Di sekolah pasti ada tata tertib yang wajib ditaati, tapi siswa juga punya hak dilindungi dari segala bentuk kekerasan. Paradigma keseimbangan antara hak dan kewajiban ini perlu jadi evaluasi di sekolah,” ujar Aris.
Ia menilai, kasus ini menunjukkan tumpang tindih antara penegakan disiplin dan kekerasan. Padahal, mekanisme penanganan pelanggaran sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023, di mana pelanggaran siswa seharusnya ditangani oleh guru BK yang mungkin sekarang sudah dilengkapi oleh tim PPKSP, atau jika tidak memungkinkan, oleh satgas lintas dinas.
“Dengan mekanisme itu, pola penanganan yang menggunakan kekerasan bisa dihindari. Kekerasan justru akan mengganggu tumbuh kembang peserta didik,” tegasnya.
Aris menekankan pentingnya pendekatan disiplin positif, yaitu penanganan pelanggaran melalui dialog dan pendampingan. Menurutnya, guru BK dan tim PPKSP perlu menelusuri penyebab pelanggaran agar intervensi tepat sasaran.
“Siswa harus diajak bicara dan didengarkan. Apakah ia merokok karena ikut-ikutan, atau karena butuh perhatian. Dengan memahami faktor penyebabnya, proses pembinaan akan lebih efektif tanpa kekerasan,” jelasnya.
Ia menambahkan, kekerasan mungkin membuat siswa berubah karena takut, namun perubahan itu tidak akan bertahan lama dan bisa menimbulkan dendam.
“Pendekatan sabar dan manusiawi justru membantu anak menyadari kewajibannya dengan kesadaran penuh,” tutup Aris. (Nes)