UEFA keluarkan peringatan keras untuk Israel soal Gaza

Arsip foto - Demonstrasi menolak Timnas Israel mengikuti Piala Dunia usia 20 tahun di Indonesia, di depan kantor DPRD Sulsel, Makassar, Selasa (21/3/2023). ANTARA/Darwin Fatir.
Arsip foto - Demonstrasi menolak Timnas Israel mengikuti Piala Dunia usia 20 tahun di Indonesia, di depan kantor DPRD Sulsel, Makassar, Selasa (21/3/2023). ANTARA/Darwin Fatir.
Karena tekanan politik sudah tak mempan lagi terhadap Israel, maka mungkin waktunya menggunakan instrumen-instrumen lain, salah satunya adalah olahraga, seperti yang diserukan panel pakar PBB kepada FIFA dan UEFA.
Delapan panel pakar PBB mendesak Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) dan Uni Sepak Bola Eropa (UEFA) agar dua badan sepak bola global itu membekukan Israel dari kompetisi sepak bola internasional, seperti yang dilakukan terhadap Rusia dan Belarus akibat invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
Kedelapan pakar pada panel PBB yang salah satu anggotanya adalah Francesca Albanese itu menyatakan FIFA dan UEFA mesti ikut turun tangan guna menghentikan genosida Palestina oleh Israel.
Albanese adalah Special Rapporteur untuk situasi menyangkut hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Desakan kedelapan pakar PBB itu disampaikan Selasa pekan ini. Tak menunggu lama, dua hari kemudian, UEFA merespons dengan menyampaikan janji menggelar pemungutan suara mengenai kemungkinan Israel mesti dilarang mengikuti kompetisi sepak bola di Eropa. Mereka berencana rapat pekan depan.
Walau secara geografis berada di Asia, Israel tidak masuk Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). Negara itu dikeluarkan dari AFC pada 1974 setelah negara-negara Arab dan Muslim menolak bertanding melawan Israel akibat pendudukan Palestina dan daerah Arab lain.
Kini mereka menghadapi ancaman serupa dari konfederasi yang sejak 1994 menampung Israel setelah terusir dari AFC. Ironisnya, ancaman itu muncul karena alasan sama seperti 50 tahun silam, yaitu ulah Israel di Palestina.
Israel tentu kaget, apalagi perkembangan terkini itu terjadi setelah mereka dipermalukan oleh dunia belakangan ini, termasuk oleh langkah negara-negara Barat yang mengakui Negara Palestina, dan orkestra politik kolosal pro-Palestina di forum PBB awal pekan ini.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sendiri bersumpah akan menempuh segala upaya untuk mencegah UEFA dan FIFA memenuhi tuntutan panel PBB itu.
Pun dengan Presiden AS Donald Trump, bahkan departemen luar negerinya berikrar untuk aktif mencegah Israel diasingkan dari sepak bola global.
Namun, meminjam laporan Associated Press, sejumlah sumber justru mengungkapkan bahwa kebanyakan anggota Komite Eksekutif UEFA yang beranggotakan 20 orang, cenderung mendukung pelarangan tim-tim sepak bola Israel, termasuk timnasnya, untuk mengikuti kompetisi internasional.
Jika itu terjadi, maka timnas dan klub-klub Israel akan dicegah mengikuti kompetisi-kompetisi internasional, termasuk Piala Dunia 2026 di mana AS menjadi salah satu tuan rumahnya.
Dua pekan dari sekarang timnas Israel juga bakal menjalani pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Eropa, melawan Norwegia dan Italia. Sedangkan klub sepak bola mereka, Maccabi Tel Aviv, tengah bertanding di Liga Europa.
Jika rapat UEFA pekan depan itu menelurkan keputusan melarang Israel mengikuti kompetisi sepak bola di kontinen ini, seperti mereka lakukan terhadap Rusia dan Belarus tiga tahun silam, maka tertutuplah peluang Israel mengikuti Piala Dunia 2026.
Dan itu tak hanya akan menampar Israel, tapi juga bakal mempermalukan AS, advokat fanatik Israel.
Dilema juga dihadapi FIFA, bukan saja karena bos mereka, Gianni Infantino, berambisi menjadikan Piala Dunia pertama yang diikuti 48 tim itu sukses guna menjadi monumen agung masyarakat global, tapi juga karena persahabatan sang bos FIFA dengan Donald Trump.
Menjilat ludah sendiri
Trump sudah bersumpah untuk menggagalkan ide mengasingkan Israel dari sepak bola global. Tak terbayangkan akibatnya terhadap Trump jika AS yang dikendalikan oleh lobi Israel, tak bisa mencegah manuver itu.
Israel dan Trump berdalih bahwa olahraga harus terbebas dari politik. Infantino dan FIFA juga berpandangan begitu.
Namun, itu membuat mereka menjilat ludah sendiri, karena AS dan FIFA adalah bagian dari pihak-pihak yang mengasingkan Rusia dan Belarus dari sepak bola dan olahraga global.
Memang, prolog sikap tegas terhadap Rusia tidak dimulai dari tekanan politik, melainkan akibat sejumlah timnas sepak bola di Eropa menolak bertanding melawan Rusia, sehingga kalender sepak bola Eropa pun terganggu hebat.
Skala kehancuran di Gaza dan Tepi Barat, membuat masyarakat global tak bisa terus bungkam.
PBB sudah menyimpulkan bahwa empat dari lima kategori aksi genosida sebagaimana didefinisikan hukum internasional telah berlaku di Gaza sejak Israel melancarkan serangan balasan terhadap Hamas pada 2023 secara membabi buta, sampai merenggut 65.419 jiwa, yang kebanyakan anak-anak dan perempuan.
Sentimen anti-genosida di Gaza semakin menguat di Eropa, sampai masuk stadion-stadion sepak bola di seantero Eropa.
Mei lalu di Muenchen, Jerman, dalam final Liga Champions, para pendukung Paris Saint Germain membentangkan spanduk raksasa bertuliskan "Stop Genocide in Gaza". Dan ini hanya salah satu saja.
Sentimen itu membesar dari hari ke hari. Pekan ini, suporter sepak bola Yunani, membentangkan spanduk bertuliskan sama, ketika klub mereka, PAOK, menjamu Maccabi Tel Aviv, dalam pertandingan Liga Europa.
Di ruang kebijakan politik pun begitu. Baru-baru ini Pemerintahan Kotapraja Amsterdam di Belanda mengeluarkan larangan masuk kepada tim-tim olahraga yang berbasis di daerah-daerah pendudukan Israel di Tepi Barat, gara-gara pandangan rasis dan ekstremis suporter Israel.
Bahkan, asosiasi sepak bola Norwegia dan Italia tidak mengesampingkan sentimen kemanusiaan di Gaza, walau mereka tidak melarang timnas mereka bertanding melawan Israel dalam kualifikasi Piala Dunia 2026.
Sikap lebih keras disampaikan sejumlah pemimpin politik Eropa, salah satunya Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez yang meminta badan-badan olahraga global melarang mengikutsertakan Israel seperti mereka lakukan terhadap Rusia.
Sanchez meminta Israel dilarang mengikuti kompetisi olahraga internasional guna mencegah arena olahraga dimanfaatkan untuk membersihkan citra buruknya.
Fakta ini menunjukkan sentimen buruk di Eropa sudah terlanjur membesar. Akan menjadi dilema dan persoalan berat bagi badan-badan olahraga seperti UEFA dan FIFA, jika mengabaikannya.
Oleh karena itu, jika akhirnya kartu merah" dari UEFA diberikan kepada Israel, maka akan terasa ganjil jika FIFA tidak mengikutinya, karena akan membuat mereka terlihat berstandar ganda.
Sebaliknya, jika UEFA meluluskan desakan panel pakar PBB dan FIFA juga mengikutinya, maka Israel terancam dalam isolasi olahraga total, karena badan-badan olahraga global lain dan akhirnya Komite Olimpiade Internasional (IOC), mungkin mengikutinya. Akibatnya Israel bisa dilarang tampil resmi dalam Olimpiade sebagaimana dialami Rusia dan Belarus.
Maka dari itu, apa yang terjadi di markas UEFA pekan depan akan menarik perhatian global, bukan saja komunitas sepak bola dan olahraga, tapi juga segala spektrum masyarakat global karena bisa membuka pintu untuk pengakhiran brutalisme Israel di Palestina dan mungkin mengucilkan rezim ekstremis di Israel.