BPOM-PSI perkuat pencegahan kejahatan obat lintas negara

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar (kiri) dan Regional Director for Asia Pacific Pharmaceutical Security Institute (PSI) Singapore Ramesh Raj Kishore (kanan) di Jakarta, Senin (22/9/2025). ANTARA/Mecca Yumna
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar (kiri) dan Regional Director for Asia Pacific Pharmaceutical Security Institute (PSI) Singapore Ramesh Raj Kishore (kanan) di Jakarta, Senin (22/9/2025). ANTARA/Mecca Yumna
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Pharmaceutical Security Institute (PSI) memperkuat upaya pencegahan pelanggaran obat dan kosmetik serta pemberantasan sindikat internasional melalui lokakarya di Jakarta, Senin.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan bahwa kegiatan itu bentuk kerja sama global guna mencegah pelanggaran-pelanggaran tersebut melalui peningkatan kapasitas pegawai negeri sipil, termasuk penyidik. Hal tersebut, katanya, karena banyak produk farmasi dan kosmetik, baik yang legal maupun ilegal, yang masuk ke Indonesia lewat perbatasan negara.
Dia menyoroti perlunya hal tersebut karena menurut WHO, satu dari 10 produk medis yang beredar di negara berkembang adalah produk yang tidak sesuai standar atau dipalsukan. Dengan demikian, katanya, 10 persen dari 286 juta orang Indonesia berisiko mendapatkan produk yang tidak sesuai standar.
Taruna menjelaskan, tiga kejahatan dalam hal farmasi dan kosmetik yakni produk palsu, produk yang di bawah standar seperti menggunakan bahan berbahaya atau kadar bahan tidak sesuai ketetapan, dan produk tanpa izin edar sehingga tidak boleh dipasarkan.
"Tapi kita tahu, tak hanya produk-produk itu berdampak pada orang Indonesia. (Itu) juga akan berdampak pada komunitas global, karena ada yang kita ekspor, ada yang dari luar negeri yang kita impor," katanya.
Dia menjelaskan, selain Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia juga anggota G20. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia kuat secara politik, ekonomi, keamanan. Menurutnya, dengan adanya rasa saling membutuhkan antara satu negara dengan negara lain, terjadi globalisasi, dan hal tersebut mendorong perdagangan antarnegara, termasuk yang terjadi secara digital.
Pada 2024, pihaknya dan Kementerian Komunikasi dan Digital menurunkan sekitar 309 ribu tautan produk karena produk-produk itu dinilai tidak sesuai standar.
"Biasanya kita tahu bahwa produk-produk seperti itu karena hubungannya mereka mau mencari keuntungan, pasti ada sindikatnya. Sindikatnya bisa di dalam negeri saja tapi bisa jadi punya sindikat internasional," katanya.
Adapun lokakarya tersebut menghadirkan narasumber dari BPOM, industri farmasi global, Interpol, serta sejumlah lokapasar seperti Shopee Singapore dan Halodoc Indonesia.