DKPP memutus 198 perkara etik selama 2025, Jabar tertinggi

Ketua DKPP Heddy Lugito saat menghadiri acara Laporan Kinerja DKPP 2025 di Lembang, Senin (9/12/2025). ANTARA/Ilham Nugraha
Ketua DKPP Heddy Lugito saat menghadiri acara Laporan Kinerja DKPP 2025 di Lembang, Senin (9/12/2025). ANTARA/Ilham Nugraha
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP menyatakan telah memutus 198 perkara pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) sepanjang tahun 2025 dengan melibatkan 950 penyelenggara pemilu dan Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah pengaduan tertinggi.
Ketua DKPP Heddy Lugito dalam keterangan yang diterima di Bandung, Selasa, menyampaikan bahwa jumlah tersebut merupakan akumulasi penanganan perkara hingga 1 Desember 2025.
"Per 1 Desember 2025, DKPP telah memutus 198 perkara yang melibatkan 950 penyelenggara pemilu. Delapan perkara lainnya akan kami bacakan putusannya pada Januari 2026," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa DKPP menerima 308 aduan masyarakat sejak Desember 2024 hingga Desember 2025, dan sebanyak 210 aduan di antaranya memenuhi syarat verifikasi administrasi. Sebanyak 166 aduan lulus verifikasi materiel dan dilimpahkan sebagai perkara. Selain itu, terdapat 41 aduan yang masuk pada akhir 2024 dan diproses sebagai perkara pada 2025.
Heddy mengemukakan bahwa Jawa Barat dengan 126 aduan menjadi provinsi dengan jumlah pengaduan tertinggi, disusul Papua dengan 94 aduan dan Sumatera Utara 88 aduan.
"Jumlah pengaduan di Jawa Barat adalah yang terbanyak, disusul Papua dan Sumatera Utara. Bahkan, angka Jawa Barat sangat berbeda jauh dibanding provinsi-provinsi lain di Jawa," katanya.
Ia membandingkan rendahnya jumlah perkara di Jawa Tengah yang hanya mencatat tiga perkara, masing-masing di Brebes, Kebumen, dan Semarang.
"Bandingkan dengan Jawa Tengah, yang hanya memiliki tiga perkara. Ada dugaan bahwa persoalan yang terjadi di wilayah tersebut lebih berkaitan dengan faktor-faktor lain," ujarnya.
Heddy menambahkan bahwa perbedaan jumlah aduan antardaerah dapat dipengaruhi dinamika politik lokal, tingkat kesadaran masyarakat untuk melapor, dan kompleksitas penyelenggaraan pemilu.
Ia mengajak masyarakat untuk tetap optimistis terhadap perbaikan kualitas penyelenggaraan pemilu di Indonesia.




