Guru besar Unpad dan terdakwa korupsi gugat pengelolaan Bandung Zoo

Situasi Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo saat beroperasi. ANTARA/Ricky Prayoga
Situasi Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo saat beroperasi. ANTARA/Ricky Prayoga
Sengkarut Kebun Binatang Bandung kini masuk babak baru lagi, dengan dilayangkannya gugatan pengadilan oleh delapan orang, termasuk di dalamnya Guru Besar Universitas Padjadjaran dan terdakwa korupsi Bandung Zoo, terhadap kuasa pengelolaan fasilitas tersebut.
Berdasarkan informasi detail perkara Pengadilan Negeri Bandung yang dilihat di Bandung, Minggu, gugatan tersebut bernomor perkara 408/Pdt.G/2025/PN Bdg, dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum yang dilayangkan delapan orang, yakni Sri, I Gede Pantja Astana, Yani Haryani Solihin GP, Gantira Bratakusuma, Raden Bisma Bratakoesoema, Nina Kurnia Hikmawati, Mohamad Ariodillah, dan Sri Rejeki.
I Gede Pantja Astana (kemungkinan salah tulis dari Astawa) diketahui merupakan salah satu Guru Besar Bidang Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad).
Untuk Raden Bisma Bratakoesoema diketahui tengah menjalani persidangan kasus dugaan korupsi Bandung Zoo.
Dalam dokumen itu juga disebutkan ada penggugat bernama Sri, yang namanya sangat identik dengan salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bandung Zoo.
Perkara ini didaftarkan ke Pengadilan Negeri Bandung pada Kamis (4/9), dengan tergugat sebanyak 15 orang, terdiri atas Tony Sumampau, Danis Manansang, Rahmat Shah, Agus Santoso, Willy Sinaga, John Sumampau, Keni Sultan, Al Amin Syahputra Pelis, Teressia Sepanov, Willem Manangsang, Dina Enggaringtyas, Barata Y Mardikoesno, Mario Wijaya, Rubino, dan Michael Nurtjahyo.
Dalam petitumnya, para penggugat meminta agar majelis hakim menerima gugatan seluruhnya; kemudian Menyatakan Akta Nomor 41 tanggal 22 Oktober 2024 tentang Perubahan Susunan Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan Margasatwa Tamansari tanggal 23 Oktober 2024 yang dibuat di hadapan tergugat I (Tony Sumampau) sah dan memiliki kekuatan hukum.
Lalu menyatakan perbuatan yang telah dilakukan seluruh tergugat yang menguasai dan melakukan pengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) tanpa hak sebagai perbuatan melawan hukum; kemudian Menghukum dan memerintahkan kepada para tergugat untuk tidak mengelola Kantor YMT di Jalan Kebun Binatang Nomor 6.
Para penggugat meminta majelis hakim membatalkan seluruh Akta-akta dan Akta Perdamaian yang dibuat oleh Turut Tergugat II batal dan tidak memiliki kekuatan hukum; Menyatakan Akta Nomor 12 Tanggal 21 Juli 2025 yang dibuat di hadapan Turut Tergugat II cacat dan tidak memiliki kekuatan hukum; Menyatakan Akta Nomor 14 Tanggal 25 Juli 2025 yang dibuat di hadapan Turut Tergugat II cacat dan tidak memiliki kekuatan hukum.
Mereka juga meminta pengadilan agar memerintahkan para tergugat untuk tidak menggunakan atribut dan, sumber daya, sarana prasarana maupun perlengkapan Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) sejak perkara ini memperoleh kekuatan hukum mengikat; Menghukum dan memerintahkan seluruh para tergugat secara tanggung renteng membayar ganti kerugian materiel dan immateriel.
Kerugian material yang diminta penggugat adalah sebesar Rp4,5 miliar yang disebut sebagai hasil pengelolaan kebun binatang selama penguasaan para tergugat.
Untuk kerugian immateriel, penggugat meminta sebesar Rp2 miliar akibat terganggunya pemikiran atas permasalahan ini; dan meminta hakim untuk menghukum dan memerintahkan seluruh tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp200 juta untuk setiap hari keterlambatan kepada para penggugat apabila lalai/sengaja tidak melaksanakan kewajibannya untuk meninggalkan dan masih menggunakan atribut, sumber daya, sarana prasarana maupun perlengkapan Yayasan Margasatwa Tamansari, sejak gugatan tersebut didaftarkan.
Pengacara atau kuasa hukum dalam dokumen tersebut, baik dari penggugat maupun tergugat, belum ada, pun juga dengan majelis hakim, panitera, hingga juru sita juga belum ada penunjukan. Tapi sidang perdana kasus ini telah dijadwalkan pada 1 Oktober 2025 di ruangan Kusumah Atmadja.
Untuk biaya perkara, dalam dokumen tersebut, telah masuk panjar biaya perkara sebesar Rp21.340.000 dengan Rp180.000 telah digunakan untuk biaya berbagai kebutuhan pendaftaran perkara.
Kasus korupsi Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) sendiri tengah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.
Dalam sidang lanjutan kasus korupsi Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) dengan terdakwa Bisma Bratakoesoema dan Sri Devi, mantan Sekda Kota Bandung Yossi Irianto yang dihadirkan sebagai saksi mengungkapkan Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) sebagai pengelola, tidak bayar sewa ke Pemkot Bandung pada periode 2008-2013.
Yossi yang menjabat sebagai Sekda Kota Bandung di periode 2013-2018 mengatakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (14/8), tak dibayarnya uang sewa oleh YMT atas tanah Bandung Zoo, terungkap dalam satu rapat koordinasi dengan Wali Kota Bandung saat itu Ridwan Kamil dan jajaran SKPD Kota Bandung pada awal 2014.
"Saat itu (2014) ada permohonan perpanjangan penggunaan lahan oleh YMT, Pak Wali Kota menanyakan apakah sudah bayar atau belum. Tapi ternyata berdasarkan data BPKAD Kota Bandung YMT belum bayar sejak 2008 hingga 2013. Dan Wali Kota menyatakan boleh dilakukan perpanjangan asal dibayar," kata Yossi menjawab pertanyaan jaksa.
Dalam rapat itu, kata Yossi, wali kota juga memerintahkan untuk dilakukan langkah-langkah berupa pemulihan aset jika kewajiban dari YMT tidak bisa dipenuhi. Namun Yossi mengaku tak mengetahui detail eksekusinya di lapangan karena ada tim yang turun dan terkait sewa menyewa aset kewenangannya ada di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung (BPKAD saat ini).
Atas kasus hukum yang membelit ini, Pemerintah Kota Bandung memutuskan untuk menutup fasilitas itu dalam waktu yang belum ditentukan. Untuk pemeliharaan hewan, Pemkot menunjuk Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI).