Indonesia di ambang `Proklamasi Swasembada Beras 2025`

Petani menjaga tanaman padi dari ancaman hama burung di lahan sawah tadah hujan, Desa Meunasah Mon Cut, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (24/8/2025). Pemerintah mengalokasi anggaran sebesar Rp164,4 triliun untuk ketahanan pangan yang masuk dalam salah satu agenda prioritas APBN tahun 2026 dalam upaya mencapai swasembada pangan, terutama beras dan selain jagung. ANTARA FOTO/Ampelsa/tom.
Petani menjaga tanaman padi dari ancaman hama burung di lahan sawah tadah hujan, Desa Meunasah Mon Cut, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (24/8/2025). Pemerintah mengalokasi anggaran sebesar Rp164,4 triliun untuk ketahanan pangan yang masuk dalam salah satu agenda prioritas APBN tahun 2026 dalam upaya mencapai swasembada pangan, terutama beras dan selain jagung. ANTARA FOTO/Ampelsa/tom.
Pemerintah kembali meniupkan semangat swasembada beras dengan keyakinan yang kuat. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa Indonesia sudah berada di jalur yang tepat untuk mewujudkan kembali proklamasi swasembada beras.
Ketika berbicara di hadapan sivitas akademika Universitas Hasanuddin Makassar, ia bahkan menyampaikan optimisme bahwa dalam tiga bulan ke depan Indonesia bisa mengumumkan pencapaian itu. Optimisme ini diperkuat dengan pernyataannya di Palembang, Sumatra Selatan, pada awal September 2025 bahwa hingga akhir tahun ini tidak ada rencana impor beras.
Hal tersebut jelas menjadi kabar yang menyejukkan di tengah situasi global yang sedang menghadapi krisis pangan. Selama dua tahun terakhir pemerintah memang masih melakukan impor beras dengan alasan menjaga cadangan.
Tahun lalu jumlahnya mencapai sekitar 4,5 juta ton. Namun kini, dengan cadangan beras nasional sekitar 4 juta ton, angka tertinggi dalam 57 tahun terakhir, Indonesia dapat berdiri tegak tanpa impor.
Perbandingan dengan tahun lalu yang hanya menyisakan 2 juta ton cadangan menunjukkan adanya peningkatan signifikan. Inilah yang menjadi dasar optimisme bahwa pada 2025 ini Indonesia mampu bertahan dengan produksi dalam negeri.
Meski produksi beras pada 2024 mengalami penurunan sebesar 1,54 persen menjadi 30,62 juta ton, stok yang cukup besar membuat posisi Indonesia tetap aman. Kementerian Pertanian memperkirakan kebutuhan beras nasional tahun 2025 sebesar 30,97 juta ton dengan kapasitas produksi 32,29 juta ton.
Jika prediksi ini terealisasi, surplus produksi bisa mencapai 1 juta ton. Surplus ini bukan sekadar angka, melainkan sinyal kuat bahwa Indonesia bisa kembali memproklamasikan diri sebagai negara yang swasembada beras.
Langkah Nyata
Strategi yang ditempuh pemerintah bukan hanya pada sisi retorika, melainkan langkah nyata. Salah satunya adalah program pompanisasi yang menargetkan pembukaan satu juta hektare sawah baru. Dengan teknologi pompa yang efektif, lahan yang semula tidak produktif bisa dimanfaatkan untuk menambah produksi beras nasional.
Optimalisasi lahan rawa juga menjadi fokus, mengingat potensi besar yang selama ini belum tergarap maksimal. Ditambah lagi dengan program cetak sawah baru, perbaikan irigasi, serta pengelolaan lahan potensial di wilayah strategis seperti Merauke, Papua Selatan, yang dapat menyumbang signifikan pada peningkatan produktivitas.
Tidak hanya itu, pemerintah meluncurkan berbagai terobosan cerdas. Pencetakan sawah baru seluas 3 juta hektare dalam lima tahun ke depan adalah langkah besar yang memerlukan sinergi lintas sektor. Modernisasi pertanian dengan mekanisasi dan pemanfaatan teknologi digital mendorong efisiensi serta meningkatkan daya tarik bagi generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian.
Perbaikan tata niaga pupuk dengan peningkatan volume pupuk bersubsidi hingga 9,5 juta ton di tahun 2025 dan pemangkasan birokrasi distribusi menjadi bukti nyata upaya mendukung petani secara langsung. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering panen yang ditetapkan Rp6.500 per kilogram juga menjadi instrumen penting untuk memastikan petani mendapatkan keuntungan yang layak.
Hal ini diiringi dengan serapan gabah oleh Bulog yang dilakukan secara jemput bola, memberi kepastian pasar dan harga bagi petani. Kolaborasi lintas sektor, antara pemerintah, petani, kelompok tani, hingga perusahaan penggilingan beras, semakin mempercepat proses penyerapan dan meningkatkan stabilitas produksi.
Langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa swasembada bukanlah slogan kosong. Namun, jalan menuju swasembada tetap menghadapi tantangan.
Perubahan iklim, fluktuasi cuaca ekstrem, hingga persoalan manajemen air dapat memengaruhi hasil produksi. Oleh karena itu, strategi adaptasi terhadap perubahan iklim, penerapan teknologi irigasi hemat air, serta sistem peringatan dini cuaca menjadi faktor krusial yang harus terus diperkuat.
Kesejahteraan petani
Swasembada beras bukan hanya soal kebanggaan nasional, melainkan juga berkaitan langsung dengan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Dengan tidak lagi bergantung pada impor, Indonesia mampu menghemat devisa negara sekaligus memperkuat posisi di tengah ketidakpastian global.
Lebih jauh, petani yang selama ini sering terpinggirkan bisa merasakan dampak positif dari kebijakan yang berpihak. Harga gabah yang stabil, akses pupuk yang lebih mudah, dan kepastian pasar membuat posisi mereka lebih sejahtera dan berdaya.
Harapan besar kini terletak pada keberlanjutan kebijakan ini. Swasembada tidak boleh hanya menjadi pencapaian sesaat yang dirayakan lalu kembali pudar. Butuh konsistensi, pengawasan ketat, dan evaluasi berkelanjutan agar program yang sudah dicanangkan tidak berhenti di tengah jalan.
Keterlibatan generasi muda dengan ide-ide segar, pemanfaatan teknologi pertanian presisi, serta digitalisasi tata kelola pangan bisa menjadi kunci agar swasembada beras benar-benar berkelanjutan. Masyarakat juga perlu didorong untuk ikut serta. Konsumsi beras yang bijak, dukungan pada produk lokal, serta partisipasi dalam program pertanian modern bisa memperkuat ekosistem swasembada.
Jika semua elemen bergerak bersama, pemerintah, petani, akademisi, swasta, dan masyarakat, maka bukan hal mustahil Indonesia akan memasuki era baru kedaulatan pangan yang lebih kokoh. Kini, ketika sinyal swasembada semakin jelas, masyarakat Indonesia layak menaruh harapan besar.
Proklamasi swasembada beras bukan sekadar seremoni, melainkan tonggak sejarah yang akan menentukan arah masa depan bangsa. Selamat datang kembali swasembada beras, dan semoga selamanya negeri ini bisa meninggalkan ketergantungan pada impor.
Bermodalkan kerja keras, inovasi, dan kolaborasi, cita-cita itu bukan hanya impian, tetapi kenyataan yang bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.