Larangan kembang api Jakarta, momentum empati nasional
DPRD DKI menilai kebijakan Gubernur Pramono Anung mencerminkan solidaritas dan kesederhanaan di tengah duka bencana Sumatera.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Wa Ode Harlina, menyambut baik keputusan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang melarang penyelenggaraan pesta kembang api pada malam pergantian Tahun Baru 2026.
Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan langkah tepat yang mencerminkan solidaritas nasional di tengah duka akibat bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera.
“Kami di legislatif sangat mengapresiasi langkah Pak Gubernur. Jakarta sebagai barometer nasional harus menunjukkan sikap peduli dan tidak berlebihan ketika wilayah lain sedang berduka,” ujar Wa Ode, Senin (22/12).
Pesan Moral dan Empati Sosial
Wa Ode menegaskan, larangan pesta kembang api bukan sekadar pembatasan perayaan, melainkan mengandung pesan moral tentang empati dan kepedulian sosial terhadap masyarakat di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang masih dalam masa pemulihan pascabencana.
Ia menilai, sikap menahan euforia menjadi simbol kedewasaan Jakarta sebagai ibu kota sekaligus cermin kepemimpinan yang berorientasi pada nilai kemanusiaan.
Efisiensi Anggaran dan Ketertiban Umum Selain aspek empati, kebijakan tersebut juga dinilai berdampak positif terhadap efisiensi anggaran daerah dan ketertiban umum. Dengan memusatkan perayaan di satu atau dua titik, potensi kerumunan berlebihan, gangguan keamanan, serta timbulan sampah dapat diminimalkan.
Wa Ode berharap masyarakat dapat memaknai malam pergantian tahun dengan kegiatan yang lebih substantif dan bernilai spiritual.
“Doa bersama di rumah atau lingkungan masing-masing jauh lebih bermakna untuk menyongsong tahun baru. Kami juga akan mengawal pelaksanaan Surat Edaran ini agar pihak swasta, khususnya pengelola hotel dan tempat wisata, patuh dan sejalan dengan semangat kesederhanaan,” pungkasnya.
