Judol dan Pinjol jadi ancaman serius bagi anak sekolah

Ilustrasi judol, pinjol, atau game online yang bikin anak kecanduan
Ilustrasi judol, pinjol, atau game online yang bikin anak kecanduan
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai, fenomena judi online saat ini sudah merata ke mana-mana yang menyasar anak-anak muda terutama di usia sekolah dan kuliah.
Peristiwa seorang siswa SMP yang viral terjerat pinjol di Daerah Istimewa Yogyakarta dan berawal terjebak game online, beberapa waktu lalu, merupakan potret dan tantangan anak-anak di masa sekarang. Diketahui siswa tersebut menggunakan NIK tantenya untuk melakukan pinjol.
Melihat kejadian ini Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Indonesia, Ubaid Matriaji angkat bicara dalam Elshinta News and Talk edisi siang, Senin (27/10/2025).
Menurut Ubaid Matraji, sistem pembelajaran dalam pendidikan dan sistem sosial saat ini masih gagap merespon persoalan untuk mencari jalan keluar agar masalah yang menjadi perhatian seperti ini membesar.
“Ketika anak-anak sudah masuk ruang-ruang pinjaman online ataupun judol berarti ada yang lepas dari sistem jaring pengaman atau jaring sosial anak-anak,” kata Ubaid Matraji kepada News Anchor Telni Rusmitantri.
Lebih lanjut, Ubaid Matraji mengatakan, kasus viralnya seorang siswa SMP yang diduga terjerat pinjol karena melakukan judi online tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang masalah individu. Hal ini juga merupakan problem sosial, sistem pendidikan dan pengasuhan yang saling terkait.
“Karena itu jika hanya mengandalkan salah satu sistem yaitu sistem di sekolah maupun di rumah saja akan menjadi berat,” ungkap Ubaid Matraji.
Ubaid Matraji berpandangan akibat tidak adanya kejelasan sistem dan struktural itulah yang membentuk sikap pada anak-anak dan masyarakat sehingga persoalan judol dan pinjol masuk ke ruang ruang yang sebenarnya tidak dimasuki anak-anak.
Selain itu Ubaid Matraji menjelaskan, akses pinjol dan judol saat ini berseliweran di beranda handphone anak-anak, sehingga tidak memerlukan browsing.
“Pertanyaannya, kalau orang tua sudah melakukan edukasi atau mencoba untuk membatasi, tapi regulator tidak peduli (care) dengan pinjol yang merangsek ke beranda anak-anak maka menjadi ruwet," tegas Ubaid.
Anak-anak, lanjut Ubaid Matraji, bisa jadi meng-klik sesuatu yang belum tahu atau belum paham akibatnya. Hingga mereka jadi kecandungan. Oleh karena itu tidak bisa mengandalkan pengasuhan di rumah atau peran guru tanpa ada sistem struktur yang dibikin oleh Pemerintah.
Penulis: M. Muslichun/Ter




