Top
Begin typing your search above and press return to search.

Kemandirian Pertahanan Nasional: Sinergi Pemerintah, Industri, dan Akademisi

Upaya perkuat kemandirian pertahanan nasional tuntut sinergi kebijakan pemerintah, kolaborasi industri, dan peran akademisi dalam riset serta inovasi teknologi.

Kemandirian Pertahanan Nasional: Sinergi Pemerintah, Industri, dan Akademisi
X

Jakarta – Upaya memperkuat kemandirian pertahanan nasional menuntut sinergi nyata antara kebijakan pemerintah, kolaborasi industri, dan peran aktif akademisi dalam riset serta inovasi teknologi.

Hal ini menjadi pokok pembahasan dalam seminar bertema “Membangun Kemandirian Pertahanan Negara melalui Kebijakan, Interdependensi Industri Pertahanan, dan Peningkatan Peran Akademisi” yang digelar di Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI) Sentul, pada 30 Oktober 2025.

Dalam forum tersebut, Norman Joesoef selaku Founder Republikorp yang hadir sebagai keynote speaker menegaskan bahwa kemandirian pertahanan tidak hanya diukur dari kemampuan produksi alutsista, tetapi dari sejauh mana sebuah bangsa mampu menguasai teknologi, data, dan algoritma yang menjadi fondasi pertahanan masa depan.

Menurutnya, dunia yang kini bergerak dalam situasi Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity (VUCA) menuntut kesiapan pertahanan yang adaptif, inovatif, dan berakar pada keunggulan pengetahuan.

Kebijakan Perisai Trisula Nusantara yang digagas pemerintah menjadi salah satu arah strategis menuju hal itu, dengan tiga fokus utama: modernisasi alutsista, interoperabilitas TNI, dan pembangunan industri pertahanan berkelanjutan.

Dengan potensi pertumbuhan industri pertahanan nasional yang terus meningkat, peluang penguatan kapasitas nasional semakin terbuka lebar. Namun, kemandirian tidak lahir dari ketersediaan sumber daya semata, melainkan dari perubahan pola pikir menuju kepercayaan pada kemampuan bangsa sendiri.

Tantangan pertahanan masa kini tidak lagi datang hanya dari kekuatan militer, tetapi juga dari ketahanan energi, stabilitas rantai pasok, serta arus narasi publik yang dapat memengaruhi persepsi dan stabilitas nasional.

Oleh karena itu, pembangunan pertahanan harus dipandang sebagai ekosistem yang terintegrasi antara aspek teknologi, ekonomi, sosial, dan komunikasi strategis.

Transformasi dari Minimum Essential Force menuju Optimum Essential Force hanya mungkin tercapai jika Indonesia mandiri dalam inovasi dan bukan sekadar produksi. Kemandirian inovasi menuntut keberanian bereksperimen, keberlanjutan riset, dan kemampuan memanfaatkan sumber daya nasional untuk menciptakan solusi yang relevan dengan kebutuhan pertahanan modern.

Untuk mencapai kemandirian pertahanan, ekosistem inovasi yang mempertemukan pemerintah, akademisi, dan industri perlu dibangun melalui kolaborasi lintas sektor sebagai mesin utama (engine of innovation) dalam mempercepat riset dan rekayasa sistem pertahanan nasional.

Dengan begitu, Indonesia diharapkan mampu memperkuat kemandirian industri pertahanan secara bertahap, mulai dari konsolidasi ekosistem pada 2025–2029, produksi mandiri sistem strategis pada 2030–2039, hingga menjadikan Indonesia sebagai Regional Defense Hub di Asia Pasifik pada 2040–2045.

Selain aspek teknologi, karakter pertahanan masa depan akan bergeser dari perang konvensional menjadi perang secara hibrida (hybrid warfare). Kemenangan suatu negara akan sangat ditentukan oleh kemampuannya memproses data, mengambil keputusan cepat, dan mengeksekusi strategi berbasis kecerdasan buatan.

Karena itu, arah investasi pertahanan disarankan untuk difokuskan pada delapan bidang utama berikut:

1. UAV & Drone Swarm Systems: Sistem udara tanpa awak yang mampu beroperasi secara kolaboratif dan otonom.

2. Propelan & Munisi Presisi: Kemampuan menghasilkan daya tembak mandiri dengan tingkat akurasi tinggi.

3. Radar & Sensor Multispektrum: Deteksi lintas dimensi; udara, laut, darat, dan ruang siber.

4. Cyber Defence & AI Command Network: Sistem pertahanan siber dan jaringan komando berbasis kecerdasan buatan untuk decision superiority.

5. Satellite & Secure Communication Systems: Kemandirian konektivitas dan komunikasi strategis nasional.

6. Autonomous Vehicles & Robotics: Kendaraan tempur dan sistem otonom untuk operasi jarak jauh di berbagai medan.

7. Energy Systems (Electric/Hybrid Defense): Efisiensi dan kemandirian energi guna mendukung operasi pertahanan berkelanjutan.

8. Advanced Materials & Additive Manufacturing: Penguasaan material canggih dan teknologi manufaktur 3D untuk komponen strategis.

Pendekatan ini diharapkan mampu menghasilkan sistem pertahanan yang efisien, asimetris, dan scalable sesuai kebutuhan nasional.

Dalam paparannya, Norman Joesoef juga menekankan bahwa keberhasilan pertahanan bergantung pada kualitas sumber daya manusia di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM).

Data global menunjukkan lebih dari 80 persen tenaga kerja industri pertahanan dunia berasal dari latar belakang STEM, dan kekurangan talenta di bidang ini menjadi tantangan serius bagi pertumbuhan sektor pertahanan global.

Mendorong penguatan kurikulum adaptif, riset bersama, serta program pelatihan lintas sektor untuk membangun talenta nasional yang unggul bisa menjadi fondasi penguatan sumber daya manusia yang menggerakkan inovasi menuju superioritas teknologi demi keberhasilan misi militer dan keamanan nasional.

Kemandirian pertahanan tidak dibangun oleh mesin atau algoritma, melainkan oleh kepercayaan antar manusia yang bekerja di dalamnya, yakni pemerintah, industri, akademisi, dan militer.

Nilai-nilai seperti kolaborasi lintas sektor, empati terhadap kebutuhan nyata prajurit, ketangguhan menghadapi dinamika global, serta integritas dalam tata kelola menjadi fondasi utama dalam membangun sistem pertahanan yang kuat dan berkelanjutan.

Inovasi teknologi hanya akan bermakna bila dijalankan dengan nilai-nilai tersebut, karena pada akhirnya pertahanan bukan semata proyek teknologi, tetapi proyek kebangsaan yang menyatukan ilmu, kebijakan, dan moral bangsa.

Kita tengah memasuki era Massive Impact, masa di mana satu inovasi kecil dapat mengubah peta geopolitik dunia. Indonesia memiliki seluruh modal untuk memimpin: sumber daya, kreativitas, semangat bela negara, dan kecerdasan generasi mudanya.

Dengan memperkuat kolaborasi antara pemerintah, industri, militer, dan akademisi, bangsa ini dapat membangun ekosistem kemandirian pertahanan yang tangguh dan berdaya saing tinggi menuju visi Indonesia Emas 2045. (Dd)

Sumber : Sumber Lain

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire