Top
Begin typing your search above and press return to search.

Kemenkes terapkan Nutri Level, dorong masyarakat lebih sadar gula, garam, dan lemak

Kemenkes terapkan Nutri Level, dorong masyarakat lebih sadar gula, garam, dan lemak
X

Makanan kemasan

Kementerian Kesehatan RI berencana menerapkan sistem label gizi berwarna atau Nutri Level pada produk makanan dan minuman. Langkah ini bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat agar lebih memahami kadar gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi setiap hari.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, dalam wawancara bersama Elshinta News and Talk edisi pagi, Minggu (19/10/2025) menjelaskan, sistem Nutri Level menggunakan kode warna merah, kuning, dan hijau untuk menggambarkan kadar kandungan gizi pada produk pangan.

“Kalau merah artinya sudah melebihi batas, kuning menunjukkan kadar menengah, dan hijau masih aman dikonsumsi,” ujar dr. Nadia kepada News Anchor Asrofi.

Ia menjelaskan, indikator warna itu didasarkan pada batas kadar (cut off point) tertentu. Misalnya, kadar gula di atas 12,5 gram per takaran saji diberi label merah, antara 4–10 gram diberi label kuning, dan di bawah 4 gram berlabel hijau.

Kemudian, dr. Nadia menegaskan, kebijakan ini hanya mencakup kadar gula, garam, dan lemak alami, bukan pemanis sintetis atau bahan tambahan lain seperti pewarna makanan. “Yang kita atur adalah gula asli yang ditambahkan dalam proses produksi, bukan gula buatan,” jelasnya.

Penerapan Nutri Level akan dilakukan bertahap, dimulai dari produk makanan dan minuman dalam kemasan, sebelum diperluas ke produk siap saji di industri besar seperti restoran waralaba. Pada tahap awal, kebijakan ini masih bersifat sukarela (voluntary) dan fokus pada edukasi masyarakat serta industri.

“Tahap pertama adalah edukasi. Kita berharap ada champion (pionir) dari industri yang mau memulai lebih dulu,” katanya.

Sementara itu, dr. Nadia menuturkan, sistem label gizi berwarna ini bukan hal baru. Sejumlah negara seperti Singapura, Thailand, Hong Kong, dan Jepang telah menerapkan kebijakan serupa untuk mendorong kesadaran masyarakat terhadap konsumsi pangan sehat.

Langkah ini juga menjadi bagian dari upaya menekan angka penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi, yang saat ini terus meningkat di Indonesia. “Tahun 2025 ini, estimasi masyarakat yang diabetes mencapai sekitar 65 juta orang, dan baru sekitar 20 juta yang terdeteksi. Sementara hipertensi sekitar 30 juta kasus,” ungkap dr. Nadia.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung menyukai makanan dan minuman manis perlu menjadi perhatian bersama. “Kita tahu masyarakat kita gemar minuman seperti teh manis, kopi dalam kemasan, atau minuman boba yang kadar gulanya tinggi. Nah, ini yang kita jaga supaya anak-anak tidak terbiasa dengan rasa manis berlebihan,” tambahnya.

Kemenkes juga tengah memperkuat edukasi gizi sejak dini, dimulai dari tingkat sekolah dasar hingga menengah, agar anak-anak terbiasa memahami batas konsumsi gula, garam, dan lemak. “Kita tidak melarang orang makan, tapi mengajak masyarakat memahami apa yang dikonsumsi,” tegas dr. Nadia.

Melalui kebijakan ini, Pemerintah berharap masyarakat dapat lebih mudah memilih makanan berdasarkan label warna yang sederhana dan mudah dipahami. Di sisi lain, industri diharapkan termotivasi menghadirkan produk yang lebih sehat dan transparan bagi konsumen.

Penulis: Dedy Ramadhany/Ter

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire