Kemenko PM gandeng OMS rancang aturan baru pelindungan pekerja migran

(Dari Kiri-Kanan) Wahyu Susilo (Direktur Eksekutif Migrant CARE), Ilyas Pangestu (Ketua Serikat Pekerja Perikanan Indonesia/SPPI), Savitri Wisnuwardhani (Jaringan Buruh Migran), dan Shafira Ayunindya (International Organization for Migration/IOM) berdiskusi dalam Lokakarya Konsultasi Bersama CSO terkait Pembaruan Perpres No. 130 Tahun 2024 yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) bersama IOM di Jakarta. ANTARA/HO-Kemenko PM
(Dari Kiri-Kanan) Wahyu Susilo (Direktur Eksekutif Migrant CARE), Ilyas Pangestu (Ketua Serikat Pekerja Perikanan Indonesia/SPPI), Savitri Wisnuwardhani (Jaringan Buruh Migran), dan Shafira Ayunindya (International Organization for Migration/IOM) berdiskusi dalam Lokakarya Konsultasi Bersama CSO terkait Pembaruan Perpres No. 130 Tahun 2024 yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) bersama IOM di Jakarta. ANTARA/HO-Kemenko PM
Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) mengumpulkan belasan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan akademisi untuk bersama-sama merancang Peraturan Presiden (Perpres) baru yang akan menjadi payung hukum perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
"Aturan lama sudah berakhir dan sekarang adalah momentum untuk membuat aturan baru yang jauh lebih baik dan lebih manusiawi dengan melibatkan semua unsur di luar pemerintah," ujar Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Perlindungan Pekerja Migran Kemenko PM Leon Alpha Edison di Jakarta, Jumat.
Leon mengatakan langkah ini menandai pergeseran fundamental dalam penyusunan kebijakan, yang mana pemerintah melibatkan masyarakat sipil sejak awal proses demi memastikan perlindungan yang menyeluruh dan relevan dengan realitas lapangan.
Peralihan tugas dan fungsi koordinasi isu PMI dari Kemenko Perekonomian ke Kemenko PM sejak Maret 2025 menjadi momentum untuk merombak aturan secara lebih komprehensif.
"Pemerintah berkomitmen penuh untuk melindungi dan memberdayakan pekerja migran kita, para Pekerja Migran Indonesia," kata Leon.
Leon menegaskan pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan sengaja mengundang partisipasi masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan yang otentik dari lapangan.
"Sesuai arahan Presiden, tugas ini sekarang dikoordinasikan oleh Kemenko Pemberdayaan Masyarakat. Kami ingin memastikan perlindungan bagi PMI itu total, dari hulu sampai hilir, sejak dari kampung halaman, saat bekerja di luar negeri, sampai mereka kembali ke Tanah Air," kata dia.
Pada 2024 tercatat sekitar 3,9 juta PMI yang bekerja di luar negeri dengan kontribusi remitansi mencapai 15,7 miliar dolar AS atau setara Rp248,8 triliun yang menjadi penopang penting perekonomian nasional.
Namun di balik kontribusi besar tersebut, kata dia, para PMI masih menghadapi tantangan serius, mulai dari praktik agensi perekrutan nakal, biaya penempatan yang mencekik, hingga akses jaminan sosial yang belum optimal di negara penempatan.
Kondisi inilah yang mendorong pemerintah menghadirkan aturan baru yang lebih tegas, adil, dan berpihak agar perlindungan PMI dapat dirasakan secara nyata.
"Kita semua sering dengar masalah di lapangan. Ada biaya penempatan yang mahal, calo atau agensi nakal, hingga perlindungan jaminan sosial seperti BPJS yang sulit diakses di negara penempatan. Ini yang mau kita bereskan," kata Leon.
Fokus utama dalam Perpres baru ini mencakup beberapa terobosan, antara lain penyusunan standar baru bagi agensi perekrutan (P3MI) disertai sanksi tegas, skema pembiayaan yang lebih ringan bagi Calon PMI (CPMI), serta integrasi pelatihan keterampilan dan bahasa yang sesuai standar pasar internasional.
Selain itu pemerintah juga akan mendorong program kewirausahaan dan akses pekerjaan bagi purna-PMI agar mereka dapat berdaya di negeri sendiri.